Sabtu, 10 April 2010

KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU DAN KEDUDUKAN ILMUWAN DALAM ISLAM (Kajian Ayat-ayat dan Hadist tentang ilmu pengetahuan dan kedudukan ilmuwan)

A. PENDAHULUAN
Islam memiliki perhatian yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan. AlQuran dan Hadis sebagai pedoman umat Islam banyak sekali mendiskripsikan tentang ilmu pengetuan serta pentingnya memperoleh ilmu baik dengan membaca, menganalisa maupun menuliskannya (mengamalkannya)

Setiap proses dalam mendapatkan ilmu pengetahuan amatlah berharga dalam pandangan Islam, karenanya beberapa ayat dalam AlQuran menjelaskan tentang pentingnya hal ini, sehingga hasil dan manfaat yang amat besar akan diperoleh manusia yang berilmu baik dalam kehidupannya didunia (bermasyarakat) maupun diakhirat kelak,sebagaimana firmanNya dalam Q.S AlMujadalah:11.

Untuk memberikan penjelasan tentang besarnya perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan ini dan pentingnya memperoleh imu serta tingginya derajat manusia berilmu disisi Alloh s.w.t dan makhlukNya, makalah ini akan menjabarkan beberapa hal terkait dengan konsep Islam tentang ilmu pengetahuan , pentingnya memperoleh dan menuntut ilmu, serta kemuliaan orang-orang berilmu (ilmuwan) dalam kehidupan vertical maupun horizontalnya.



B. KONSEP ISLAM TENTANG ILMU PENGETAHUAN

Dalam Islam, ilmu bermula dari keinginan untuk memahami wahyu yang terkandung dalam al-Quran dan bimbingan Nabi Muhammad s.a.w mengenai wahyu tersebut. Demikian dapat diterima karena alQuran merupakan pedoman Umat Islam dalam kehidupan beragama, berilmu dan beramalnya.
Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm yang berarti pengetahuan, merupakan lawan dari kata jahl yang berarti ketidaktahuan atau kebodohan. (1997:2001). Sumber lain mengatakan bahwa kata ‘ilm adalah bentuk masdar dari ‘alima, ya’lamu, ‘ilman.Menurut Ibn Manzur ilmu adalah antonym dari tidak tahu (naqid al-jahl), sedangkan menurut al-asfahani dan al-anbari, ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu (idrak alsyai’ bi haqq qatih). (Ensiklopedi AlQuran, 1997:150)
Kata ilmu biasa disepadankan dengan kata Arab lainnya, yaitu ma’rifah(pengetahuan),fiqh(pemahaman),hikmah(kebijaksanaan), dan syu’ur (perasaan). Ma’rifah adalah padanan kata yang paling sering digunakan.
Ada dua jenis pengetahuan: Pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiyah. Pengetahuan biasa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pancaindra, dan instuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan obyek, cara dan kegunaannya. Dalam bahasa inggris, jenis pengetahuan ini di sebut knowledge.
Pengetahuan ilmiyah juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan obyek yang ditelaah, cara yang digunakan, dan kegunaan pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiyah memperhatikan obyek ontologis (sumber ilmu,red), landasan epistimologis (pengembangan ilmu, red), dan landasan aksiologis (pemanfaatan ilmu, red) dari pengetahuan itu sendiri. Jenis pengetahuan ini dalam bahasa Inggris di sebut science.. (Abuddin Nata, 2008:156)
Secara epistimologis, al Ghazali membagi ilmu menjadi dua, yaitu ilmu syari’at ialah ilmu yang diperoleh dari para Nabi seperti AlQuran, Hadist, maupun dari para sahabat seperti ijma. Sedangkan yang ghairu syar’I ialah ilmu-ilmu yang bersifat duniawi seperti ilmu kedokteran, matematika, geografi, astrologi dll.
Secara ontologism, al Ghazali menjelaskannya sebagai ilmu yang berhubungan dengan tugas dan tujuan hidup manusia. Ada yang bersifat fardlu ‘ain yaitu yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas akhirat dengan baik seperti ilmu tauhid dan ilmu syari’at maupun tasawwuf. Dan ada yang bersifat fardlu kifayah yakni ilmu-ilmu yang berkaitan dengan urusan keduniaan yang perlu diketahui manusia, seperti ilmu-ilmu arsitektur Islam, bahasa satra, filsafat, psychology, antropologi dll
Adapun pendekatan aksiologis digunakan untuk menilai jenis ilmu. Ilmu-ilmu syar’iyyah bersifat terpuji secara keseluruhan, sedangkan ilmu ghairu syar’iyyah ada yang terpuji dan ada yang tercela dan ada pula yang mubah. Tetapi dalam hal pembagian ilmu ini Al Ghazali menjelaskan lebih lanjut, bahwa ilmu itu tercela maupun tidak bukan karena ilmu itu sendiri melainkan lebih berkaitan dengan factor manusianya. (Ibnu Rusn: 44-49)
Dalam hal ilmu pengetahuan ini, banyak sekali ayat-ayat AlQuran yang mengandung kata ‘ilm, diantaranya sebagaimana yang ditulis oleh Al Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad AlGhazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin juz I hal 15 yaitu Q.S Ali Imran; 18 (‘ulul ‘ilm), Al Mujadalah: 11, al-ankabut: 49 (utul ‘ilm), Az zumar: 9 (ya’lamun), Fathir:28 (‘ulama’), An naml: 40, ar-Ra’d:43, al-a’raf: 52 (‘ilm), al-‘ankabut 43: (‘alim), Ar Rahman: 14(‘allama).
Dan di dalam AlQuran, kata ‘ilm dan turunannya (tidak termasuk al-a’lam, al-‘alamin dan alamat yang disebut sebanyak 76 kali) disebut sebanyak 778 kali. (Ensiklopedi alQuran:150)

Sekian banyak ayat alQuran yang menjelaskan kata ilmu menunjukkan betapa besarnya perhatian Islam (lewat firmanNya) terhadap ilmu pengetahuan.

C. URGENSI MENUNTUT ILMU DALAM ISLAM

Baik Sejarah maupun realitas kehidupan kita saat ini membuktikan, bangsa yang berperadaban maju, memiliki kemandirian dan bermartabat di hadapan bangsa lainnya adalah bangsa yang paling maju ilmu pengetahuannya, demikian pula sebaliknya.
Saat ini Negara-negara Asia yang sangat sungguh-sungguh menghargai ilmu pengetahuan terbukti sekarang menjadi negara maju seperti Jepang, Korea dan Taiwan, disusul kemudian Singapura dan Malaysia. Cina dan India yang sangat getol mendidik generasi mudanya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan diperkirakan akan menjadi kekuatan ekonomi kedua setelah Amerika pada tahun 2015, disusul kemudian India pada tahun 2020. (Tobroni, 2008:38)
Sesungguhnya konsep dan ajaran Islam selalu memotivasi umatnya untuk maju dan beradab. Seperti ajarannya tentang kewajiban menuntut ilmu dan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Sebuah hadist Rasulullah s.a.w Riwayat Ibnu Abd al Bar dari Anas, tentang keharusan menuntut ilmu bagi setiap muslim;
" طلب العلم فريضة على كل مسلم , وإن طالب العلم يستغفر له كل شيئ حتى الحيتان في البحر"
“ Mencari ilmu wajib bagi setiap orang Islam Sesungguhnya orang yang menuntu ilmu akan dimintakan ampunan oleh seluruh makhluk hingga ikan dilaut”
(Mukhtarul Ahadist: 89)

Juga H.R Ibn Abd AlBar dari Ibn ‘ady dan Baihaqi dari Anas
"أطلبوا العلم ولو بالصين , فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم, إن الملائكة تضع أجنحتها لطالب العلم رضاء بما يطلب"
“ Tuntutlah ilmu walau sampai ke negri Cina, Sesungguhnya menuntut ilmu wajib bagi setiap orang Islam. Sesungguhnya malaikat membentangkan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu untul mencarikan ridlo atas apa yang mereka lakukan (menuntut ilmu)" (Mukhtarul Ahadist: 21)
(Imam Baihaqi memberi catatan, hadist ini masyhur ‘matan’nya dlaif ‘sanad’nya; Ket. Ihya’ Ulumuddin:19)

Dalam kaidah ushuliyyah disebutkan “al amru yadullu ‘ala alwujub” mengandung pengertian jika kalimat yang digunakan adalah ‘amar (perintah) berarti mengandung arti diwajibkannya melakukan hal tersebut , yaitu menuntut ilmu. Keharusan menuntut ilmu ini sangat beralasan karena tanpa ilmu manusia tidak mampu mengelola diri dan lingkungannya menjadi lebih baik dan berkualitas. Tanpa ilmu dunia seisinya dimana ia tinggal dan bermua’syarah (bersosilaisasi) tidak bisa berkembang dengan baik dan maksimal, dan akhirnya tanpa menuntut ilmu jelas tidak akan ada peradaban dan kemajuan.
Begitu urgen nya menuntut dan memperdalam ilmu, sehingga dalam ayatNya Q.S at-Taubah : 122 Alloh menurunkan perintah kepada Nabi Muhammad larangan perginya semua sahabat berjuang ke medan perang, namun tetap harus ada komunitas yang berjuang dan intensif serta konsisten di jalan ‘nasyrul ‘ilmi (menyebarluaskan ilmu);
" Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya."

Ayat ini menggarisbawahi pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar. Ia tidak kurang pentingnya dari mempertahankan wilayah. Bahkan ,pertahanan wilayah berkaitan erat dengan kemampuan informasi dan kehandalan ilmu pengetahuan atau sumber daya manusia. (al Mishbah, vol 5, hal, 751)
Arti penting menuntut ilmu bagi setiap orang Islam serta memperdalam ilmu bagi segolongan orang sangat mendapat perhatian dalam Islam. Sehingga Nabi s.a.w menyebut dalam salah satu hadist riwayat Bukhari-Muslim dari Abdullah bin ‘amr bin ‘Ash;
حديث عبد الله بن عمرو بن عاص. قال: سمعت رسول الله ص.م يقول: "إن الله لا يقبض العلم إنتزاعا، ينتزعه من العباد. ولكن يقبض العلمَ بقبض العلماء. حتى اذا لم ُيبق عالما، إتخذ الناسُ رؤوسا جُهالا، فَسُئلوا. فأفتَوا بغير علم ، فضلوا وأضلوا "

“Aku telah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya Alloh tidak akan mencabut ilmu langsung dari hati hamba, tetapi tercabutnya ilmu dengan matinya Ulama, sehingga bila tidak ada orang ‘alim, lalu orang-orang mengangkat pemimpin bodoh agama, kemudian jika ditanya agama, lalu menjawab tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan” (Al Lu’lu’ Wa Al Marjan, juz 2:1040)

Adapun ancaman bagi mereka yang tidak menyebarluaskan ilmu juga disampaikan oleh Nabi s.a.w dari Abi Hurairah r.a ;
" من علم علما فكتمه ألجمه الله يوم القيامة بلجام من نار"

“Barangsiapa mengetahi sebuah informasi (ilmu) dan menyimpannya (tidak mengamalkan), Maka Alloh akan mengikatnya dengan ikatan api neraka”. H.R Abu Daud, Turmudzi, Ibn Majah, Ibn Hibban dan hakim. (Ihya ’: 21)


D. KEDUDUKAN ILMUWAN DALAM ISLAM

Dalam al-Quran Surat AlMujadalah ayat 11 dikemukakan: “ Alloh akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat ” mengilhami kepada kita untuk serius dan konsisten dalam memperdalam dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa tokoh penting (ilmuwan) dalam sejarah Islam jelas menjadi bukti janji Alloh s.w.t akan terangkatnya derajat mereka baik dihadapan Alloh maupun sesama manusia.
Nama-nama besar seperti Abu Hasan Al’asyari (873-935), al Juba’i (w.303 H) al Maturidi (w.944) dalam lapangan theology Islam; Imam AlBukhari (w.870), Imam Muslim (w.875), al Turmudzi (w.892) dan al Nasa’I (w.915) dalam lapangan Hadist; AlKhuwarizmi (800-847) ilmuwan Muslim perintis ilmu pasti, al farghani atau farghanus abad 9 seorang ahli astronomi dll.
Dalam lapangan kedokteran ilmuwan Muslim yang sangat terkenal, antara lain Abu ali Al Husain bin Abdullah bin Sina (Ibn Sina) atau Avicenna (980-1037) dan diberi julukan sebagai the prince of physician yang juga dikenal sebagai Filsuf besar, termasuk Al Farabi (870-950) yang juga memiliki keahlian dalam lapangan logika, politik dan ilmu jiwa (Abuddin: 150-151) dan masih banyak lainnya, menunjukkan pada umat Islam tingginya kedudukan mereka di kalangan umat Islam hingga menembus umat di luar Islam. Semuanya sebagai konsekwensi logis dari ‘ilm’ yang mereka miliki.
DR Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al Munir nya memaknai kata ‘darajaat’ (beberapa derajat) dengan beberapa derajar kemuliaan di dunia dan akhirat. Orang ‘alim yang beriman akan memperoleh fahala di akhirat karena ilmunya dan kehormatan serta kemulyaan di sisi manusia yang lain di dunia. Karena itu Alloh s.w.t meninggikan derajat orang mu’min diatas selain mu’min dan orang-orang ‘ alim di atas orang-orang tidak berilmu. (juz 28: 43)
Dalam perspektif sosiologis, orang yang mengembangkan ilmu berada dalam puncak piramida kegiatan pendidikan. Banyak orang sekolah/ kuliah tetapi tidak menuntut ilmu. Mereka hanya mencari ijazah, status/gelar. Tidak sedikit pula guru atau dosen yang mengajar tetapi tidak mendidik dan mengembangkan ilmu. Mereka ini berada paling bawah piramida dan tentunya jumlahnya paling banyak. Kelompok kedua adalah mereka yang kuliah untuk emnuntu ilmu tetapi tidak emngembangkan ilmu. Mereka ini ingin memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan untuk bekal hidupnya atau untuk dirinya sendiri, tidak mengembangkannya untuk kesejahteraan masyarakat. Kelompok ini berada di tengah piramida kegiatan pendidikan. Sedangkan kelompok yang paling sedikit dan berada di puncak piramida adalah seorang yang kuliah dan secara bersungguh-sungguh mencintai dan mengembangkan ilmu. Salah satunya adalah dosen yang sekaligus juga seorang pendidik dan ilmuwan. (Tobroni:36)
Keutamaan orang ‘alim (ilmuwan) dibanding lainnya diperkuat oleh hadist Nabi dari Mu’adz;
" فضلُ العالم على العابد كفضل القمر ليلة البدر على سائر الكواكب"
“Keutamaan orang ‘alim atas hamba (lainnya) adalah seperti kelebihan bulan purnama atas bintang-bintang” H.R Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i , dan Ibn hibban.

Dan Hadist riwayat Ibnu Majah dari Utsman r.a;
" يشفع يوم القيامة ثلاثة: الأنبياء ثم العلماء ثم الشهداء"

“ Tiga golongan orang yang ditolong di hari kiamat; yaitu para Nabi kemudian ‘Ulama kemudian syuhada”. (Ihya’: 17)

Penjelasan al Quran , Hadist maupun fakta di atas memberikan gambaran yang jelas bahwa kedudukan ilmu dan ilmuwan begitu tinggi dan mulya di hadapan Alloh dan hamba-hambaNya. Jika umat Islam menyadari dan memegang teguh ajaran agamanya untuk menjunjung tingi ilmu pengetahuan , maka pasti dapat di raih kembali puncak kejayaan Islam sebagaimana catatan sejarah di abad awal Hijrah hingga abad ke dua belas Hijrah, dimana umat dan Negara- negara Islam menjadi pusat peradaban dunia.


E. KESIMPULAN

Pertama, Islam adalah agama yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Penghargaan ini dapat dibuktikan dalam ajarannya yang memerintahkan seluruh umatnya untuk menuntut ilmu
Kedua, Alloh s.w.t dalam Firmannya berjanji akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan jauh lebih tinggi di banding orang-orang yang tidak beriman dan berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat kemuliaan baik di dunia maupun di akhirat
Ketiga, Kunci utama meraih kesuksesan di dunia dan akhirat adalah iman dan ilmu pengetahuan. Kemajuan dan bahkan martabat bangsa dan Negara sangat ditentukan oleh kemajuan ilmu pengetahuan manusianya.
Keempat, Iman dan ilmu pengetahuan adalah dua hak yang tidak terpisahkan. Dalam sejarah kita saksikan banyak sekali bangsa yang terhormat dan berjaya tetapi mengesampingkan factor keimanan dan sedikit ilmu pengetahuan, terbukti tidak mampu menolongnya dari kehancuran karena konflik yang berkepanjangan. Namun sebaliknya yang beriman dan berilmu pengetahuan akan memperoleh jaminan dari Alloh s.w.t dengan meraih kehidupan berbangsa yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofuur. Alloh Maha menepati janji, tinggal umat Islam yang mestinya kensekwen dan konsisten dengan ajaran agamanya.





DAFTAR PUSTAKA

Al ghazali, Abi Hamid Muhammad bin Muhammad. Ihya’ Ulum Ad-Diin. Jilid I, tt
Ahmad Al Hasyimiy, Sayyid. Mukhtarul Ahadist An-Nabawiyyah wal Hikam Al Muhammadiyyah, Beirut Libanon: Darul Fikr 1414 H / 1994 M
Abdul Baqi, Muhammad Fu’ad. Al Lu’lu’ Wal Marjan (Terj.) juz II. Surabaya : P.T Bina Ilmu. 2006
Az-Zuhaili, Wahbah. At-Tafsir Al- Munir Fil ‘Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj .Juz 28. Beirut- Libanon: Darul Fikr. 1411 H/1991 M
Ibn Rusn, Abidin. Pemikiran Al Ghazali tentang Pendidikan, Yogyakarta.: Pustaka Pelajar . 1998
Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan Tafsir Ayat-Ayat Al- Tarbawiy. Jakarta: P.T Rajawali Press, 2008
Shihab, Quraisy. Tafsir AL Mishbah. Volume 5
Tobroni, DR. Pendidikan Islam –Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas. Malang : UMM Press. 2008

ISRAILIYAT DALAM PENAFSIRAN ALQURAN

B A B I
PENDAHULUAN

AlQuran diturunkan sebagai petujuk bagi umat manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan (sebagai) pembeda antara yang haq dan bathil (QS AlBaqoroh:185). Dan sesungguhnya AlQuran ini memberikan petunjuk kepada (jalan)yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh.. (QS AlIsra’:9). Karenanya AlQuran selalu menjadi referensi utama bagi umat Islam di dalam memahami dan mengamalkan ajaran yang dibawa oleh pemegang risalahNya, Muhammad s.a.w
Dizaman Rasululloh masih hidup, umat Islam tidak banyak menemukan kesulitan dalam memahami “petunjuk” guna mengarungi kehidupannya,sebab-manakala mereka menemukan kesulitan dalam satu ayat,misalnya-mereka akan langsung bertanya kepada Rasulullah(Zainul hasan Rifai:2002).Namun masalah justru muncul sepeninggal beliau, termasuk didalam memahami kisah-kisah dalam AlQuran yang oleh sebagian mufassir dijelaskan berdasarkan periwayatan-periwayatan yang kadang tidak jelas sumbernya. Hal ini tentu saja menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam, karena memang tidak semua kisah yang diceritakan dalam AlQuran secara terperinci atau detail dan kronologis kejadian di masa lampau,termasuk kisah-kisah umat dari para Nabi terdahulu,karena AlQuran bukan buku sejarah meskipun ia juga berbicara tentang sejarah
Banyaknya ‘kabar burung’ yang dibawa oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani yang memeluk Islam ini kemudian di kenal dengan istilah Israiliyat dan secara sporadis memang beredar di kalangan para sahabat sampai pada masa tabiin. Ironisnya , israiliyat ini tertulis di banyak kitab-kitab tafsir. Terlepas dari tujuan Mufassir yang bermaksud menceritakan tentang ‘munculnya’ israiliyat itu, yang jelas oleh beberapa Ulama’ tafsir dan peneliti Israiliyat, belakangan kajian ini secara serius di teliti guna menjauhkan umat dari bercampurnya berita yang layak/benar(khabar) dan berita maupun cerita yang belum tentu benar (gossip).
Untuk tujuan mengetahui lebih jelas tentang israiliyat berikut pengaruhnya terhadap khazanah keilmuan Islam (khususnya studi AlQuran), makalah ini akan mengetengahkan persoalan tersebut dari perspektif kajian Tafsirnya, dengan sedapat mungkin menyajikan beberapa data dan contoh konkrit bentuk-bentuk penafsiran ayat AlQuran yang bercampur kisah-kisah israiliyat. Penulis sampaikan secara jujur, bahwa deskripsi israiliyat dalam makalah ini dan contoh-contohnya tidak mewakili seluruh kisah israiliyat yang ada, namun penulis tetap berupaya mengumpulkan beberapa model dan contoh israiliyat dari referensi-referensi yang penulis dapatkan (yang mungkin masih sangat minim). Di akhir makalah ini juga akan dikemukakan beberapa pendapat para Ahli tentang Israiliyat baik pandangan positif maupun negatifnya, sehingga diharapkan Umat Islam tidak mentah-mentah menolak apapun yang datang dari orang lain pun tidak langsung menerima apa saja tanpa alasan dan bukti yang kuat . Dengan berfikir obyektif dan bersandar pada AlQuran dan Hadist lah umat Islam akan terus bisa mendapatkan ‘petunjuk’ yang orisinil dan akurat dari Nabi Muhammad s.a.w baik lewat ta’lif (karya-karya) tafsir, qaul tabiin dan para sahabat setia Rasulullah.
















B A B II

1. PENGERTIAN ISRAILIYAT
Secara etimologis, israiliyat adalah bentuk jamak dari kata tunggal israiliyah, yakni bentuk kata yang dinisbatkan pada kata israil yang berasal dari bahasa Ibrani, isra yang berarti hamba dan il yang bermakna Tuhan. Dalam perspektif histories, Israil berkaitan dengan Nabi Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim a.s, di mana keturunan beliau yang berjumlah dua belas itu di sebut Bani Israil. . (Ibn Qayyim Al-Jauziyah: -Sukardi KD,Ed:, Belajar Mudah ‘Ulum Al Quran;277)
Ibn Katsir dan lainnya menyebutkan dalil Bahwa Ya’qub adalah Israil melalui hadis riwayat Abu Dawud At-Thayalisi dalam Musnadnya dari Ibnu Abbas bahwa sebagian orang Yahudi mendatangi Nabi s.a.w. Lalu beliau bersabda (kepada mereka)”apakah kalian mengetahui bahwa Israil adlah Ya’qub?” mereka menjawab,”Ya”, dan Nabi bersabda, saksikanlah” ( Cerita-cerita Populer Tapi Palsu, Izzuddin AlKarimi/penerj; h.27)
Secara terminologis, -Ibn Qayyum juga menjelaskan, bahwa- israiliyah merupakan sesuatu yang menyerap ke dalam tafsir dan hadis di mana periwayatannya berkaitan dengan sumber Yahudi dan Nasrani, baik menyangkut agama mereka atau tidak Dan kenyataannya kisah-kisah tersebut merupakan pembauran dari berbagai agama dan kepercayaan yang masuk ke Jazirah Arab yang di bawa orang-orang Yahudi..(2002:277)
Bahkan sebagian Ulama Tafsir dan hadis telah memperluas makna israiliyat dengan cerita yang dimasukkan oleh musuh-musuh Islam, baik yang datang dari Yahudi maupun dari sumber-sumber lainnya. Hal demikian itu lalu dimasukkan kedalam tafsir dan hadis, walaupun cerita itu bukan cerita lama dan memang dibuat oleh musuh-musuh Islam yang sengaja akan menrusak akidah kaum Muslimin.(selengkapnya; Ahmad Sadzali, Ulumul Quran I , h.240)
Dan ketika Ahli kitab masuk Islam, mereka membawa pula pengetahuan keagamaan mereka berupa cerita-cerita dan kisah-kisah keagamaan. Dan di saat membaca kisah-kisah dalam AlQuran terkadang mereka paparkan rincian kisah itu yang terdapat dalam kitab-kitab mereka. Adalah para sahabat menaruh atensi terhadap kisah-kisah yang mereka bawakan, sesuai pesan Rasulullah:
“ولا تصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبو هم, وقولوا آمنا بالله وما انزل الينا..”(رواه البخارى)
“Janganlah kamu membenarkan (keterangan) Ahli kitab dan jangan pula mendustakannya, tetapi katakanlah, ‘ Kami beriman kepada Alloh dan kepada apa yang diturunkan kepada kami..” (Hadist Bukhori)

Dan dalam hadist lain Nabi memperingatkan para penyampai berita maupun kisah-kisah itu agar tidak menyimpang dalam menceritakannya.
"بلغوا عنى ولو آية, وحدثوا عن بنى اسرائل ولا حرج, ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار".
(أخرجه البخارى)
“Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat. Dan ceritakanlah dari Bani Israil karena yang demikian tidak di larang. Tetapi barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja,bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka (HR Bukhori).

Dua hadist tersebut tidak bertentangan karena yang pertama menyiratkan kemungkinan benar dan salahnya sebuah cerita, sedang hadist berikutnya menunjukkan kebolehan menerima cerita dari Bani israil,meskipun harus dengan aturan yang ‘sangat ketat’, diantaranya adalah kejelasan Sanad nya.

2. TIMBULNYA ISRAILIYAT DALAM PENAFSIRAN ALQURAN
Masuknya Israiliyat ke dalam penafsiran AlQuran sudah muncul sejak zaman Sahabat, pasca wafatnya Rasulullah. Menurut Adz-Dzahabi salah satu sumber tafsir AlQuran pada masa sahabat adalah Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani), yang didasarkan atas fakta sejarah bahwa tokoh-tokoh mufassir AlQuran masa itu ada yang bertanya dan menerima keterangan dari tokoh-tokoh Ahli Kitab yang masuk Islam, untuk menafsirkan ayat-ayat tertentu dalam AlQuran (Rahmat Syafi’i, Pengantar Ilmu Tafsir: 107)
Sebenarnya para Sahabat tidak mengambil dari Ahli Kitab berita-berita yang terperinci untuk menafsirkan alQuran kecuali dalam jumlah sangat sedikit. Akan tetapi ketika tiba masa Tabi’in dan banyak pula Ahli Kitab yang memeluk Islam, maka Tabi’in banyak mengambil berita-berita dari mereka. Kemudian atensi mufassir sesudah Tabi’in terhadap israiliyat semakin besar. (Manna’ Khalil Qaththan, terj. Mudakir; Studi Ilmu-Ilmu AlQuran: 493)
Jika dikaji factor-faktor apa saja yang melatarbelakangi tindakan para sahabat tersebut, Prof.DR.Rahmad Syafi’i MA dalam bukunya Pengantar Ilmu Tafsir (2006:108) menyebut salah satu aspeknya adalah aspek cultural, antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
a Secara umum kebudayaan bangsa Arab,baik sebelum maupun pada masa lahirnya agama Islam,lebih rendah ketimbang kebudayaan Ahli Kitab,karena kehidupan mereka yang nomad dan buta huruf. Meskipun pada umumnya Ahli Kitab di Arabia juga tak lepas dari kehidupan nomad mereka,namun mereka relative lebih mempunyai ilmu pengetahuan, khususnya tentang sejarah masa lalu seperti diketahui oleh umumnya Ahli Kitab waktu itu…
b Isi AlQuran di antaranya mempunyai titik-titik persamaan dengan isi- kitab terdahulu seperti Taurat dan Injil yang dipegang oleh Ahli Kitab pada masa itu,terutama pada cerita-cerita para Nabi dan Rasul terdahulu yang berbeda penyajiannya.Pada umumnya AlQuran menyajikan secara Ijaz, sepotong-sepotong disesuiakan dengan kondisi, sebagai nasehat dan pelajaran bagi kaum Muslimin. Sedangkan dalam kitab suci Ahli Kitab penyajiannya agak lengkap seperti dalam penulisan sejarah. Oleh karena itu, wajar jika ada kecenderungan untuk melengkapi isi cerita dalam AlQuran dengan bahan cerita yang sama dari sumber kebudayaan Ahli Kitab..
c Adanya beberapa Hadist Rasululloh yang dapat dijadikan sandaran oleh para Sahabat untuk menerima dan meriwayatkan sesuatu yang bersumber dari Ahli Kitab, meskipun dalam batas-batas tertentu yang dapat digunakan untuk menafsirkan AlQuran.

3. TOKOH-TOKOH PERIWAYAT ISRAILIYAT
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa kecenderungan para mufassir mengambil israiliyat makin besar di masa Tabi’in, tentu saja peran Ahli Kitab dalam memberikan kontribusi israiliyat makin tak terbendung. Disinilah kemudian terjadi bercampuraduknya israiliyat yang benar atau yang autentik sanad nya dan yang salah atau yang tidak ada dasar yang jelas.
Dari mayoritas sumber maupun ‘kebanyakan riwayat’ (istilah AlQaththan), israiliyat selalu dikaitkan dengan empat tokohnya yang ternama, yaitu; Abdullah Ibn Salam, Ka’ab al Akhbar, Wahb bin Munabbih, dan Abdul Malik Ibn Abdul ‘Aziz Ibn Juraij.
1. Abdullah Ibn Salam; Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Abdullah Ibn Salam Ibn Harist Al-Israil Al-Anshari.
Statusnya cukup tinggi di mata Rasulullah..,dia termasuk di antara para sahabat yang diberi kabar gembira masuk surga oleh Rasulullah. Dalam perjuangan menegakkan Islam, dia termasuk Mujahid di perang Badar dan ikut menyaksikan penyerahan Bait al Maqdis ke tangan kaum Muslimin bersama Umar Ibn Khattab..
Dari segi ‘adalah-nya’ kalangan ahli hadis dan tafsir tak ada yang meragukan .Ketinggian ilmu pengetahuannya diakui sebagai seorang yang paling’ alim di kalangan bangsa Yahudi pada masa sebelum masuk Islam dan sesudah masuk Islam.. Kitab-kitab tafsir banyak memuat Riwayat-riwayat yang disandarkan kepadanya;diantaranya Tafsir Ath Thabari.
2. Ka’ab Al Akhbar; Nama lengkapnya adalah Abu Ishaq Ka’ab Ibn Mani AlHimyari. Kemudian beliau terkenal dengan gelar Ka’ab al Akhbar karena kedalaman ilmunya. Dia berasal dari Yahudi Yaman dari keluarga Zi Ra’in..
3. Wahab Ibn Munabbih; Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Wahab Ibn AlMunabbih Ibn Sij Zinas Al Yamani Al Sha’ani. Lahir pada tahun 34 H dari keluarga keturunan Persia yang migrasi ke negri Yaman, dan meninggal tahun 110 H. Ayahnya, Munabbih Ibn Sij masuk Islam pada masa Rasulullah.
4. Abd Al Malik Ibn Abd Al ‘Aziz ibn Juraij; Nama lengkapnya adalah Abu Al Walissd (Abu Al Khalid) Abd Malik Ibn abd Aziz Ibn Juraiz Al-Amawi. Dia berasal dari bangsa Romawi yang beragama Kristen. Lahir pada tahun 80 H di Mekah dan meninggal pada tahun 150 H (Rachmad Syafe’i ;110-114)

Para Ulama berbeda pendapat dalam mengakui dan memepercayai Ahli Kitab tersebut; ada yang mencela (mencacat, menolak) dan ada pula yang mempercayai (menerima). Perbedaan pendapat paling besar ialah mengenai Ka’ab AlAkhbar. Sedangkan Abdullah Ibn Salam adalah orang yang paling pandai dan paling tinggi kedudukannya. Karena itu Bukhori dan Ahli Hadis lainnya memegangi dan mempercayainya. Di samping itu kepadanya tidak dituduhkan hal-hal buruk seperti yang dituduhkan pada Ka’ab Al Akhbar dan Wahab ibn Munabih ( Manna’ Khalil Al Qattan/terj. Studi Ilmu-Ilmu AlQuran, 493 )


4. PEMBAGIAN ISRAILIYAT DI TINJAU DARI BERBAGAI ASPEK
Dalam Kitab Aara’ Khathiah wa Riwayat Bathilah Fi Siyaril Anbiya’ Wal Mursalin ‘Alaihumussholatu was Salam karangan Abdul Aziz bi Muhammad bin Abdullah As-Sadahan, dijelaskan, Israiliyat di bagi menjadi tiga bagian pokok: 1.Macam-macam Israiliyat di lihat dari segi keshahihan Sanad, 2. Dari segi kesesuaiannya dengan Syara’, 3. Dari sisi kandungan isinya

I. Israiliyat dilihat dari sisi keshahihan Sanad terbagi menjadi dua: yaitu Israiliyat yang Shahih dan Israiliyat yang lemah
 Contoh Israiliyat yang shahih disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya Ibnu Jarir; Telah berkata kepada kami AlMutsanna,telah berkata kepada kami Usman bin Umar,telah berkata kepada kami Fulaih dari hilal bi Ali dari Ali bin Yasar berkata,’Saya telah bertemu dengan Abdullah bin Amru, saya bertanya,”Beritahukan kepadaku sifat Rasulullah s.a.w di dalam Taurat, beliau berkata,” Ya, demi Alloh, Nabi s.a.w sifat-sifatnya termaktub di dalam Taurat seperti termaktub di dalam AlQuran,
"ياايّها النبي إنّا ارسلناك شاهدا ومبشّرا ونذيرا وحرزا للاميّين انت عبدى ورسولى اسمك المتوكل ليس بفظّ ولا غليظ ولن يقبضه الله حتّى يقيم به الملة العوجاء بان يقول لااله الا الله به قلو با غلفا واذانا صمّا واعينا عميا".
" Wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi berita gembira, pemberi peringatan, pelindung bagi orang-orang ummi (tidak kenal baca tulis), engkau adalah hamba-Ku dan Rasul-Ku, namamu Al Mutawakkil, bukan berarti keras dan bersikap kasar, Allah tidak akan mewafatkannya sehingga Allah meluruskan dengannya agama yang bengkok, dia berkata La Ilaha Illa Allah dengan Allah membuka hati yang tertutup,telinga yang tuli dan mata yang buta" (Terj. Izzudin h.34)

 Contoh Israiliyat yang dloif (lemah) adalah seperti yang diriwayatkan dari ibnu Abbas dalam tafsir surat Qaaf. Qaaf adalah gunung besar yang mengelilingi dunia. Penafsiran ini adalah bathil tanpa diragukan sedikitpun dan penyandarannya kepada Ibnu abbas adalah dusta. Demikian seperti yang dinyatakan oleh beberapa Ulama’.

II. Israiliyat dilihat dari sisi kesesuaiannya dengan Syara’ terbagi menjadi tiga:
1. Bagian yang dibenarkan
2. Bagian yang didustakan
3. Bagian di alam Barzakh,tidak diterima,tidak ditolak,disebut hanya untuk Faedah
Beberapa contoh Israiliyat dibawah ini adalah sebagaimana dipaparkan oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh AlUtsmani dalam bukunya Ushul Fi At-Tafsir, -terj Ummu Ismail, hal 130-133;
 Contoh Israiliyat yang dikuatkan oleh Islam dan diakui kebenarannya adalah riwayat Bukhari dan lainnya dari ibnu mas’ud Radliyallahu Anhu, dia berkata: “Telah dating seorang pendeta kepada Rasulullah s.a.w, kemudia diaberkata: ‘Ya Muhammad sesungguhnya kami mendapati bahwa Alloh menjadikan langit dengan satu jari, menjadikan pohon dengan satu jari dan kekayaan dengan satu jari dan menjadikan seluruh makhluk dengan satu jari, kemudian dia berkata” Aku adlah penguasa(Raja)”. Maka Rasulullah s.a.w tertawa sampai terlihat gigi graham beliau membenarkan perkataan pendeta itu kemudian Rasulullah s.a.w membaca,





“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya[1316]. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (QS. AzZumar:67)

 Contoh israiliyat yang diingkari Islam dan diakui kedustaannnya, maka berita itu bathil, adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir Radliyallahu Anhu, dia berkata: “ Seorang Yahudi berkata:” Apabila menggaulinya (wanita) dari belakangnya,maka akan melahirkan anak yang juling matanya,” maka turunlah ayat:


















"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan" (QS. AlBaqarah:233)

 Adapun yang tidak diterima dan tidak di tolak adalah yang tidak diterima dan di tolak -sebagaimana di sebut dalam karya Abdul Aziz, terj .Izzuddin,37-39- Seperti kisah korban pembunuhan yang secara global Allah menceritakannya dalam surat Al Baqarah( Ayat 67-68)









67." Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?"[62] Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil."
68. Mereka menjawab: " Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu."

Sebagian riwayat menyatakan latar belakang pembunuhan dimana korban hidup kembali setelah diambilkan sebagian anggota sapi yang disembelih dan dipukulkan kepadanya…, kita tidak membenarkan,tidak juga mendustakan,bisa benar bisa pula salah, ilmunya di sisi Allah.

III. Israiliyat dilihat dari sisi Kandungan isinya terbagi menjadi tiga:
1 Dalam masalah Akidah, misalnya ucapan alim Yahudi di atas bahwa Allah meletakkan bumi da satu jariNya dan langit-langit da satu jariNya. Riwayat ini termasuk masalah Akidah
2. Dalam hukum, misalnya riwayat dua orang Yahudi yang berzina dan seorang Yahudi menutupkan tangannya di atas ayat rajam. Ketika ia mengangkatnya terbacalah bahwa Taurat memerintahkan rajam kepada orang yang berzina. Riwayat ini termasuk dalam urusan hukum
3.Dalam masalah nasihat-nasihat, sirah dan tarikh, misalnya keterangan tentang sifat perahu Nuh a.s dan hewan-hewan serta burung-burung yang menaikinya atau keterangan tentang tongkat Musa a.s ,atau semut Sulaiman a.s, dan sebagainya. Keterangan-keterangan tersebut tidak termasuk pada bagian pertama, tidak pula pada bagian kedua, melainkan dikategorikan dalam bagian ketiga.


5. IDENTIFIKASI ISRAILIYAT DALAM BEBERAPA KITAB TAFSIR
 Adz-Dzahabi, sebagaimana dinukil oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah –Ed.Sukardi KD-dalam bukunya Belajar mudah Ulum Al-Quran, mengklasifikasi beberapa kitab tafsir yang ‘memunculkan’ kisah-kisah israiliyat, sebagai berikut:
1. Kitab yang meriwayatkan kitab israiliyah lengkap dengan sanad, tapi ada sedikit kritikan terhadapnya. Kitab yang termasuk dalm klasifikasi ini adlah tafsir ath-Thabari (w.310H) yang berjudul Jami’ Al bayan Fi Tafsir Al Quran
2. Kitab yang meriwayatkan israiliyat lengkap dengan sanad, tapi kemudian menjelaskan kebathilan yang ada dalam sanad tersebut. Termasuk dalam klasifikasi ini adlah tafsir Ibn Katsir (w.774) yang bernama Tafsir AlQuran al Adzhim
3. Kitab yang meriwayatkan israiliiyah dengan menghidangkannya begitu saja, tanpa menyebut sanad atau memberi komentar(tidak mengkritiknya), atau tidak menjelaskan mana riwayat yang benar dan mana yang salah. Kitab yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah Tafsir Muqatil ibnu Sulaiman (w.150 H).
4. Kitab yang meriwayatkan israiliyyah dengan tanpa sanad, dan kadang-kadang menunjukkan kelemahannya atau menyatakan dengan tegas ketidakshahihannya tapi dalam meriwayatkan terkadang tidak memberikan kritik sama sekali,kendati riwayat yang dibawannya itu bertentangan dengan syariat Islam. Kitab yang termasuk dalam klasifikasi Ini adalah Tafsir al-Khazin (w. 741.H) yang berjudul Lubab at-Ta’wil fi Ma’ani at-Tanzil.
5. Kitab yang meriwayatkan israiliyyah tanpa sanad dan bertujuan menjelaskan kepalsuan atau kebathilannya. tafsir ini sangat pedas mengkritik israiliyyah. Kitab yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah Tafsir al-Alusi (w.1270.H) yang bernama Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al Qur an wa Sab’u al-Matsani.
6. Kitab tafsir yang menyerang dengan pedas para mufassir yang “menghidangkan” israiliyyah dalam Tafsirnya.dari pedasnya serangan mereka. Pengarang kitab ini berani melontarkan tuduhan yang tidak selayaknya pada pembawa kisah israiliyyah ini, walau mereka terdiri dari sahabat-sahabat terpilih dan para tabi’in. Meskipun demikian pengarang ini juga terperangkap dalam situasi serupa dalam artian bahwa tanpa disadari dia menampilkan israiliyyah dalam tafsirnya. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah tafsir susunan Rasyid Ridha (w.1354 H) yang bernama Tafsir al-Manar. (Belajar Mudah Ulum AlQuran:281-282)


6. BEBERAPA CONTOH ISRAILIYAT PADA NABI DAN RASUL

 Abi Al Fida’ Al Hafidz Ibn Katsir dalam Tafsir Quran Al ‘Adhim nya, menjabarkan beberapa pendapat mufassir tentang Surat Yusuf ayat 24:





24." Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya[750]. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih".

Mengenai” tanda dari Alloh” yang dilihat oleh Yusuf, terdapat bayak cerita dan pendapat;
 Ibnu Abbas, Mujahid, Al Hasan, Qatadah dan banyak lainnya berkata, bahwa Yusuf melihat bayangan ayahnya seakan-akan memandangnya sambil menggigit jarinya.
 Al Aufi dan Muhammad bin Ishaq berkata bahwa Yusuf melihat bayangan majikannya, suami Zulaikhah didepannya saat itu.
 Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad alQuradli bahwa Yusuf tatkala melihat keatas pad saat itu melihat tulisan “ Janganlah kamu mendekati zina karena itu adalah perbuatan yang keji”

Pendapat-pendapat tersebut tidak ada yang didukung oleh suatu dalil atau hujjah yang meyakinkan. Maka yang benar hendaklah dipahami sebgaimana difirmankan Alloh, “Demikianlah Kami memperlihatkan kepadanya (Yusuf) sesuatu tanda yang memalingkannya dari perbuatan keji dn kemungkaran, karena dia adalh termasuk hamba-hambaKu yang mukhlish, suci dan terpilih “

 Al Quran Surat Hud ayat 46:




46. Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya[722] perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."

Para ahli tafsir mnenyebutkan riwayat yang intinya bahwa Nuh menangis dalam waktu yang lama. Sebagian ahli tafsir tanpa meneliti- menambahkan, bahwa Nuh menangis selama 300 tahun (sebagaimana dalam riwayat israiliyat tersebut). Dan rumput-rumput tumbuh karena tersiram air matanya. Berita semacam ini, seperti yang diucapakan oleh Imam Adz Dzahabi “ malu menceritakannya”, akan tetapi ia tertulis di buku-buku sejarah dan sebagian buku tafsir.

 Ada juga cerita Nabi Nuh yang memukul pantat kambing yang sulit masuk ke perahu, sehingga kelaminnya terlihat (karena bulunya rontok) lalu domba bisa masuk ke perahu dengan tenang maka auratnya tertutup.
Cerita tersebut ditolak oleh akal, tetapi tetap diceritakan, maka tanggungjawab dipundak orang yang menukilnya. (Abdul Aziz bin Muh. Assadahan;Cerita-Cerita Populer Tapi palsu/terj.-; 107-108)


7. BERBAGAI PANDANGAN DAN PENDAPAT TENTANG ISRAILIYAT

 Pendapat Ibn Katsir (w.774H) dalam tafsir AlQuran Al’Adziim, ia membagi Israiliyat kepada tiga golongan, pertama yang diketahui kebenarannya,karena ada konfirmasinya dalam syariat,maka dapat diterima. Kedua,yang diketahui kebohongannya,karena ada pertentangannya dengan syariat,maka harus di tolak. Ketiga,yang tidak masuk kedalam bagian pertama dan kedua tersebut,maka terhadap golongan ini tidak boleh mendengarkannya dan mendustakannya ,tetapi boleh meriwayatkannya (Ibn katsir Ibn alQuraisyi, Tafsir AlQuran AlAdziim; Mesir: Isa Albabi Aql Al Halaby As-Syuraakahu,juz I hlm 4)
 Ibn Al Arabi dalam Kitabnya, Ahkaam Alquran, ia sangat berhati-hati terhadap israailiyat
 Ibnu Taimiyah sama sekali bersikap tawaqquf terhadap kebenaran segala riwayat yang datang dari tokoh-tokoh israiliyat yang sifatnya tidak ada bukti yang tegas atas kebathilannya.. Sikap tawaqquf juga ditujukan kepada isi kitab suci Ahli Kitab (Taurat dan Injil), karena ada kemungkinan isinya itu termasuk yang mereka ubah, atau yang masih asli.
 AlQasimi dalam tafsirnya,Mahasin At-Ta’wil ia mengemukakan pendapatnya sekaligus mengakhiri pembahsannya tentang konfirmasi cerita-cerita nabi-nabi terdahulu dengan israiliyat, bahwa kitab suci Ahli Kiitab (Taurat dan Injil) dan segala riwayat yang bersumber dari mereka,sama-sama dapat dipegangi,karena adanya kebohongan dan pertentangan didalamnya sampai sekarang
 Adz Dzahabi dalam kitabnya, At tafsir wa Al Mufassirun, ia membagi israiliyat pada tiga jenis: Pertama, yang diketahui keshahihannya,karena adanya konfirnasi dari sabda Nabi s.a.w atau dikuatkan oleh syariat. Bentuk ini dapat diterima. Kedua, diketahui kebohongannya, karena pertentangannya dengan syariat atau tidak sesuai dengan akal sehat. Bentuk ini tidak boleh diterima dan tidak boleh meriwayatkannya. Ketiga, yang tidak termasuk kedua jenis tersebut di atas, harus bersikap tawaqquf terhadapnya ( tidak membenarkan dan tidak mendustakan)..

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jenis israiliyat yang di tolak adalah ;
 Yang jelas bertentangan dengan syariat dan akal
 Diriwayatkan oleh orang yang tidak maqbul riwayat;
Dan israiliyat yang dapat diterima adalah:
 Sejalan dengan atau mendapatkan konfirmasi dari AlQuran
Dan yang ditawaqqufkan adalah:
 Yang tidak mendapat konfirmasi dari AlQuran
Sedangkan criteria penolakan dan penerimaan menurut M Quraisy Syihab, antara lain:
 AlQuran ; Taurat menyebutkan sab’ah ayyam, sedangkan AlQuran dinyatakan sittah ayyam, maka keterangan dari Taurat itu tertolak
 Akal dan Ilmu, yakni pemikiran yang sudah disepakati, buakan yang berdasarkan subyektifitas masing-massing golongan, misalnya, soal kelahiran iz sebagai kembaran dari Ya’qub. (Rachmad Syafe’i ; 117-123)
Mengenai pengaruh negative israiliyat, jika memang bertentangan dengan Islam,AlJauzi menyebut beberapa dampak, diantaranya: 1. merusak akidah umat Islam, 2. memberi kesan bahwa Islam itu agama khurafat, takhayul dan menyesatkan, 3. riwayat-riwayat tersebut hamper-hampir menghilangkan rasa kepercayaan padas ebagian Ulama Salaf, baik dari kalangan sahabat maupu tabi'in seperti Abu Hurairah, Abdullah bin Salam dan Wahb bin Munabbih, 4 memalingkan perhatian umat Islam dalam megkaji soal-soal keilmuan Islam karena larutnya umat ke dalam keasyikan menikmati kisah-kisah israiliyat.










B A B III
K E S I M P U L A N

 Menurut Ibn Qayyum AlJauzi Secara etimologis, israiliyat adalah bentuk jamak dari kata tunggal israiliyah, yakni bentuk kata yang dinisbatkan pada kata israil yang berasal dari bahasa Ibrani, isra yang berarti hamba dan il yang bermakna Tuhan
 Secara terminologis, israiliyah merupakan sesuatu yang menyerap ke dalam tafsir dan hadis di mana periwayatannya berkaitan dengan sumber Yahudi dan Nasrani, baik menyangkut agama mereka atau tidak Dan kenyataannya kisah-kisah tersebut merupakan pembauran dari berbagai agama dan kepercayaan yang masuk ke Jazirah Arab yang di bawa orang-orang Yahudi
 Ibn Katsir menyebutkan dalil Bahwa Ya’qub adalah Israil melalui hadis riwayat Abu Dawud At-Thayalisi dalam Musnadnya dari Ibnu Abbas
 Israiliyat pada umumnya dikaitkan dengan empat tokohnya yang terkenal, yaitu; Abdullah Ibn Salam, Ka’ab al Akhbar, Wahb bin Munabbih, dan Abdul Malik Ibn Abdul ‘Aziz Ibn Juraij.
 Israiliyat ditinjau dari beberapa aspeknya, terbagi menjadi tiga bagian pokok: 1.Macam-macam Israiliyat di lihat dari segi keshahihan Sanad, 2. Dari segi kesesuaiannya dengan Syara’, 3. Dari sisi kandungan isinya
 Adapun beberapa pandangan para Ahli terhadap israiliyat secara umum terangkum dalam 3 (tiga) pendapat, Yaitu Israiliyat yang di tolak, yang di terima ,dan yang di tawaqquf kan.
Bahwa jenis israiliyat yang di tolak adalah ;
 Yang jelas bertentangan dengan syariat dan akal
 Diriwayatkan oleh orang yang tidak maqbul riwayat;
Dan israiliyat yang dapat diterima adalah:
 Sejalan dengan atau mendapatkan konfirmasi dari AlQuran, dan
Yang ditawaqqufkan adalah:
 Yang tidak mendapat konfirmasi dari AlQuran

 Penulis berpendapat bahwa meskipun kajian tentang israiliyat dalam referensi-referensi Ulum At Tafsir tidak sebanyak sebagaimana tema-tema lainnya, seperti I’jaz AlQuran, Makki madani, Asbabun Nuzul ayat, Nasikh- Mansukh, Qasam dan lainnya yang hampir selalu ada di setiap buku /kitab Ulum At Tafsir, namun ia tetaplah penting. Ada banyak alasan yang menurut penulis layak untuk dikemukakan untuk memberikan porsi perhatian yang sama dalam masalah ini, terlebih bila israiliyat belum banyak dipahami oleh kita umat Islam.
1) Diantara urgensi mempelajari Israiliyat adalah; secara histories kita memahami bahwa Islam mengalamai akulturasi budaya dan intelektual dengan umat penganut agama – agama terdahulu, yang ada juga diantara mereka yang dipercaya oleh nabi beritanya karena kecerdasan intelektual dan ‘adalah nya. Dari akulturasi ini secara positif juga berdampak pada Islam terutama dari sisi kekayaan khazanal intelektualnya. Karena bagaimanapun juga, memang ada beberapa kesamaan isi AlQuran dengan kitab-Kitab Nabi terdahulu, sehingga ‘bersinggungan’ dengan mereka menjadi keniscayaan.
2) Disamping itu, dengan mengenal ciri-ciri israiliyat sebagaimana yang dikemukakan para Ulama tafsir, umat Islam dapat lebih selektif memilih cerita maupun yang akurat dan yang tidak, sehingga khurafat dalam Islam dapat secara bertahap dihapuskan. Demikian itu agar Islam terhindar juga dari anggapan sebagai agama yang sarat cerita takhayul dan imajinatif.
3) Adapun upaya pengembangan khazanah intelektual Islam tidak boleh meninggalkan Ruh AlQuran dengan tetap mengedepankan semangat orisinilitas AlQuran serta sikap kritis dan logis terhadap apapun yang masuk dalam lingkup kajian keislaman , khususnya studi tentang AlQuran ini. Akhirnya, Ihdina as Shiraathal mustaqiim.., mudah-mudahan makalah ini ada manfaatnya, khususnya bagi penulis, Amin.






R E F E R E N S I

1. Al Imam Abi Abdillah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn Maghirah ibn bardazabah AlBukhari AlJa’fi, Shahih AlBukhari, Dar AlThaba’ah Al Amirah, Istanbul, TT
2. AlJauziyah, Ibn Qayyim, Belajar Mudah Ulum AlQuran: Studi Khazanah Ilmu AlQuran/ Editor, Sukardi K.D- Cet. I. , Jakarta: Lentera, 2002
3. Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdullah As-Sadahan, Aara Khathiah wa Riwayat Bathilah Fi Siyaril Anbiya wal Mursalin Alaihimussholatu Wassalamu, -Terj. Izzudin AlKarimi Lc-, Cerita-cerita Populer tapi Palsu tentang Nabi dan Rasul a.s, Surabaya: eLBA, 2005
4. Abdul Mustaqim Dr, M.Ag, Pergeseran Epistimologi Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
5. Ahmad Syadali, M.A dan Ahmad Rofi’i, Drs H., Ulumul Quran, Cet III, Bandung: Pustaka setia, 2006
6. Ibn katsier, Mukhtashar tafsir Ibn Katsir- alih bahasa H. Salim Bahreisy& H. Said Bahreisy, jilid 4, Surabaya: PT Bina Ilmu, 2005
7. Manna’ Khalil Qaththan, Mabahits Fi Ulumi AlQurani, Mansyurat Al’Ashr AlHadits, tt
8. Manna’ Khalil Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu Quran; Diterjemahkan oleh Mudzakir AS; penyunting MAulana Hasan-Cet 3- Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa; 1996
9. Rahmat Syafe'i. Prof.Dr. H , Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia,2006
10. Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Ushul Fi At Tafsir; Pengantar Ilmu Tafsir/ Terj.Ummu Ismail, -Cet 2- Jakarta Timur: Darus Sunah Press, 2008

Senin, 05 April 2010

BAROKAH DALAM TRADISI PESANTREN ( Upaya Menuai Sukses Di Kehidupan Esok ) Oleh: Ida Jamal

Dalam tradisi pesantren ,kita mengenal banyak tata laku maupun cara santri melakoni kehidupannya untuk mencapai hirarki tertentu dalam mencari ilmu. Ada tradisi cium tangan senior,kiai atau ibu nyai, bertawassul , bahkan tabarrukan lewat ajaran para masyayikh baik yang sudah wafat maupun yang masih sugeng (hidup).
Bagi sebagian santri masa kini –utamanya pesantren kombinasi (salaf-modern) macam Pondok TambakBeras - tradisi lama yang turun temurun estafet dari para guru dan kiai pendahulu masih benar-benar dianggap ‘keramat’ dan wajib dijalankan secara terus menerus. Namun tidak sedikit pula yang tidak lagi memahami dan peduli bahkan mungkin terputus mata rantainya dengan tradisi pendahulu tersebut karena memang menganggap hal itu bukanlah yang terpenting.
Padahal jika kita menengok sejarah berabad-abad lamanya, transformasi ilmu antara kiai-santri diyakini tidak hanya terjadi melalui interaksi langsung belajar mengajar, namun juga karena factor ‘tersirat’ yang tidak langsung maupun yang dhohir saja, seperti memperoleh barokah dari amaliyah-amaliyah tertentu. Walhasil, mendiskusikan hal ini, saat ini, tentu bukan jadul (usang) melainkan adalah keniscayaan dan akan kita awali dari memahami konsep barokah dari sumber-sumber Islam.

Konsepsi Islam tentang Barakah

Sumber referensi Islam yang utama adalah Al Quran, dimana Alloh menjelaskan dalam Surat Al Mulk ayat 1 bahwa Alloh lah sumber barokah itu sendiri;
قَدِيرٌ شَيْءٍ كُلِّ عَلَى وَهُوَ الْمُلْكُ بِيَدِهِ الَّذِي تَبَارَكَ
Maha Suci (Maha Barokah) Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Di samping Allah SWT merupakan sumber barokah, menurut firman-Nya dalam surat Al-An’ am ayat 155 menyatakan bahwa Al-Qur’an juga merupakan sumber Barokah;
تُرْحَمُونَ لَ فَاتَّبِعُوهُ مُبَارَكٌ أَنزَلْنَاهُ عَلَّكُمْ كِتَابٌ وَهَـذَا
Dan Al-Qur’an ini adalah kitab barokah (yang diberkati) yang Kami turunkan, maka ikutilah (ajaran)nya, dan bertaqwalah agar kamu disayangi (oleh Allah).
Allah s.w.t dan Al-Qur’an merupakan sumber barokah. Bila nilai-nilai Al-Qur’ an diamalkan dalam kehidupan, maka secara otomatis kehidupan di negeri, kota, desa, kelompok dan perorangan yang menerapkan nilai-nilai tersebut menjadi objek sasaran barokah. (Thanthowi Djauhari K.H, online on august 9.2009)
Jika diambil contoh dari apa yang terkandung dalam AlQuran tentang barokah pada manusia misalnya, akan kita dapati kenyataan keberkahan yang di bawa oleh para nabi pada umatnya lewat ajaran yang dibawanya maupun lewat amal perbuatannya yang senantiasa memberikan manfaat seluas-luasnya bagi ummat. Karena barokah adalah kebajikan yang melimpah sehingga apapun atau siapapun yang dilimpahi keberkahan, meskipun sedikit jumlahnya, namun akan sangat berlimpah kemanfaatannya, meluas ruang lingkupnya dan tidak dapat diukur secara materi bahkan oleh indra kita sendiri. Mufassir Indonesia terkemuka Quraisy Shihab dalam Tafsir Al Mishbah nya memberikan deskripsi penafsiran Surat Maryam ayat 31. Ayat ini bercerita tentang keberkahan yang di sandang oleh nabi Isa as antara lain, adalah aneka manfaat yang dapat diperoleh manusia dari kehadiran beliau, baik dengan penyembuhan-penyembuhan yang terjadi atas izin Alloh melalui beliau, maupun dengan ajaran-ajaran dan tuntunan-tuntunan yang beliau sampaikan. Keberkahan itu tidak terbatas pada tempat tertentu,misalnya hanya pada tempat-tempat peribadatan, tetapi dimanapun beliau berada sebagaimana dipahami dari pernyataan beliau aina ma kuntu/ di mana pun aku berada ( Vol 8,hal.180)
Dalam barokah waktu misalnya, beliau menafsirkan, bila ini terjadi maka akan banyak kebajikan yang dapat terlaksana pada waktu itu dan yang biasanya tidak dapat menampung sebanyak aktivitas baik itu. Berkah pada makanan juga, adalah cukupnya makanan yang sedikit untuk mengenyangkan orang banyak yang biasanya tidak cukup untuk orang sebanyak itu.
Demikian, Islam memandang barokah sebagai karunia dari Alloh pada seluruh makhluknya yang mampu memberikan manfaat seluas-luasnya dan sebesar-besarnya untuk kepentingan seluruh umat manusia.

Tabarrukan (juga) Kunci Kesuksesan

Dalam hidup kita meyakini ada barokah dari Alloh yang dilimpahkan pada seluruh makhluqNya yang beriman dan bertakwa. Dari keimanan dan ketakwaan itu lah muncul anugerah Alloh yang luar biasa, tidak terbatas oleh kemampuan akal dan indra kita. Dan Alim Ulama’ sebagai penerus para Nabi adalah sekelompok orang yang kita percaya memiliki kedekatan spiritual melebihi umumnya manusia, yang karenanya, banyak juga orang ber ‘tabarruk’ pada mereka guna me’ngunduh’ barokah dari Alloh.
As Syaikh Al Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazzali Ath Thusi dalam Minhajul ‘Abidin menerangkan bahwa bagi seorang ’abid yang berhasil menaklukkan segala tantangan-tantangan (‘aqabaat) pendakiannya, Allah menjanjikan 40 macam karunia: 20 diberikan di akhirat, 20 lagi diberikan di dunia. Diantara dua puluh yang diberikan di dunia adalah: Allah menjadikan barokah dalam ucapan-ucapannya. Beruntunglah kita mewarisi dari para ’abidin ijazah-ijazah mustajabah berupa hizib-hizib, berbagai shighat shalawat, suwuk dan sebagainya, yang benar-benar kita buktikan manfaat dan barokahnya (bebarapa contoh ijazah suwuk dari Kyai Kholil Bisri, dari ayahnya, Kyai Bisri Mustofa, dari guru dan mertuanya, Kyai Kholil Harun, baca blog Yahya C. Staquf Agustus 9, 2009)
Adapun ukuran kesuksesan adalah pencapaian sesuatu hal pada tahap yang diinginkan yang umumnya adalah hirarki yang paling maksimal.. kebutuhan manusia untuk hidup bahagia materi dan immateri (dhohir-bathin) adalah keniscayaan dimana dalam kondisi bagaimanapun ia akan terus berupaya untuk memperoleh ketenangan dalam hidupnya baik ketenangan duniawi maupun ukhrowinya. Karena itu upaya mencapai barokah dalam seluruh sisi kehidupannya akan terus dilakukan, tidak terkecuali santri, dalam kehidupan mencari ilmunya.
Santri adalah para pencari dan pecinta ilmu di pesantren, tentu tidak bisa hanya mengandalkan satu aspek saja (dalam hal ini belajar materi bahan ajar) yang diperoleh dari interaksi langsung di kelas misalnya, untuk mencapai keberhasilan yang didambakan, namun juga melakoni amaliyah-amaliyah maupun kalimah thoyyibah tertentu, sebagai aspek lain dari sebuah upaya. Ini tentu saja dapat dibenarkan dan dibuktikan keabsahannya selama apa yang dilakukan adalah atas dasar petunjuk ‘ alim Ulama yang memiliki kapasitas itu. Apalagi misalnya, ijazah yang dilakoni itu (wirid-wirid, sholat-sholat sunnah, tawassul dll) substansinya sama sekali tidak keluar dari ajaran Islam dan periwayatannya sampai hingga nabi besar Muhammad s.a.w.
Selain hal diatas, akhlaq yang karimah (mulia) dan amal baik juga merupakan sumber barokah karena Nabi mengajarkan dan mencontohkannya, sebagaimana HR, as-Suyuthi & Ibnu Hajar;. Rasulullah saw adalah orang yang banyak berdoa dan selalu merendahkan diri. Beliau selalu memohon kepada Allah swt supaya dihiasi dengan etika yang baik dan akhlak terpuji. Dalam doanya, beliau selalu membaca : “ Ya Alloh Perindahlah rupa dan akhlakku”
Demikian halnya dengan menghormat dan beradab yang baik pada Ulama yang mewarisi ilmu-ilmu para nabi , adalah sepatutnya dilakukan oleh ‘tholibul ilmi’ sebagai salah satu sumber keberkahan dari ilmu Alloh" Barang siapa menyakiti waliku, maka Aku telah mengumandangkan perang kepadanya" (Hadist Riwayat Bukhari)
Imam Syafi'i dan Imam abu Hanifah menafsirkan yang dimaksud wali dalam hadist itu adalah para ulama. Sehingga penuntut ilmu harus menghindari akhlak yang buruk pada mereka, karena itu berarti menjadi penghalang bagi kebarokahan ilmu.
Akhirnya, bagi pencari ilmu-khususnya santri- semestinya mempercayai unsure barokah dalam aktivitas keilmuannya, dimana tradisi-tradisi di dalam pesantren yang teraktualisasi dalam ritual-ritual ibadah dan amalan-amalan tertentu yang mu’tabaroh adalah murni bermuara pada mencapai ridlo dan barokah Alloh,dan bila keduanya telah didapat itulah sesungguhnya makna kesusksesan. Barokallohu lana..

Referensi:
M.Quraisy Shihab, Tafsir Al Mishbah –Pesan Kesan dan Keserasian Al Quran-, Jakarta: Lentera Hati,2002
Thonthowi Djauhari K.H, Mereka bertanya tentang Barokah , http://www.nu.or.id, Published on August 9,2009
Soelaiman Fadeli& M. Subhan, Antologi NU –Sejarah, Istilah, Amaliyah, Uswah- Surabaya: Khalista, 2008
Yahya C.Staquf, Suwuk Barokah, Nahdiyyin blog Yahya C. Staquf Agustus 9, 2009)

TRADISI ‘ISTIKHOROH’ DALAM ISLAM (MENGUNGKAP STATUS HUKUM, RITUAL DO’A,DAN ALTERNATIF BERISTIKHOROH)

IFTITAH
Segala puji bagi Alloh ,Dzat yang maha penolong maha pengampun. Dzat tempat kita memohon perlindungan dari kenistaan diri dan dari ketimpangan susila. Barangsiapa mendapati rahmatNYA,tiadalah ia akan tersesat dan siapa yang disesatkanNYA tiadalah mendapatkan petunjuk. Saya bersaksi tiada Tuhan selain Alloh, taida sekutu bagiNYA dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusanNYA.
Catatan kecil ini kupersembahkan bagi seluruh saudara sesama Muslim sebagai refleksi atas beberapa tradisi Islam dan (pesantren,penerj) berupa sebuah ritual tertentu sebagai upaya mencari solusi atas pelbagai persoalan manusia yang kemudian dikenal dengan istilah Istikhoroh. Kajian ini mengupas juga perihal keutamaan dan manfaat dibalik ritualisasi istikhoroh sebagai sebuah ajaran Rosululloh s.a.w sebagaimana sabda beliau “ Jika kalian berharap suatu hal maka pertimbangkanlah dengan sholat dua rakaat, yang selain sholat fardlu kemudian berdoalah “ Allohumma inni astakhiiruka bi’ilmika waastaqdiruka biqudrotika…”
Dengan berbuat demikian,pada hakikatnya kita menyandarkan hati pada Alloh, menyerahkan seluruh persoalan dan kegelisahan dan tujuan kita hanya pada Alloh laksana wasiat sahabat Ibn Abbas pada seorang bocah lelaki “ Jika kau meminta maka memintalah hanya pada Alloh , pun jika kauu memohon pertolongan maka kembalilah hanya pada Alloh”

ISTIKHOROH MENYELAMATKAN MANUSIA DARI KESESATAN
Istikhoroh adalah tradisi Islam yang diajarkan langsung oleh Rosululloh s.a.w berdasarkan tuntunan kitab suci AlQuran dan Hadist. Anjuran ini terekam dalam sabda beliau” Dua hal yang aku ajarkan pada Ummatku, jika mereka berpegangan padanya maka tiadalah akan tersesat, yaitu AlQuran dan Sunnahku..” Bagaimana seseorang akan tersesat dan tergelincir bila ia senantiasa berlindung dan bersandar pada Alloh, selalu memohon pertolongan dan berserahdiri padaNYA seperti yang terlukis dalam surat Attholaq ayat3 yang artinya “ Barangsiapa berserahdiri pada Alloh maka Dia lah Dzat yang memberi kecukupan..”
Adalh sebuah keniscayaan dan kebutuhan yang mendesak mempelajari istikhoroh di zaman sekarang karena saat ini kita hidup di masa yang penuh fitnah ,jauh dari orang-orang alim nan arif. Masa dimana hawa nafsu menguasai manusia, banyaknya pendapat yang tak jelas dalilnya, ketentraman menjadi sesuatu yang mahal, kebenaran dan kebatilan bercampur menjadi kabur.

ISTIKHOROH ADALAH CARA TERBAIK MENCARI SOLUSI
Anugerah terbesar umat Islam adalah terutusnya nabi Muhammad s. a. w dan ajarannya, termasuk istikhoroh sebagai upaya menandingi tradisi jahiliyah. Dalam tradisinya, orang-orang Jahiliyah selalu memakai busur panah atau cara-cara spekulatif lainnya untuk mendapat petunjuk tentang suatu hal seperti ketika akan bepergian, berdagang, mencari jodoh dengan cara membagi busur-busur panah untuk dibuat hitungan serta meyakini hasil hitungan itu sebagai sebuah keputusan dan kebenaran. Peristiwa ini direkam dalam sebuah hadist Hijrah ungkapan Suroqoh bin Malik sebelum ia masuk Islam tatkala meramal Nabi s.a.w dan para sahabatnya apakah terpilih sebagai musuh ataukah justru teman yang baik baginya. Tanpa diduga lotrean jatuh pada pilihan yang tak dikehendaki, bahwa Nabi dan pengikutnya bukan musuh bahkan teman yang baik, padahal ia ingin sebaliknya.
Sahabat Ibnu Abbas mendefinisikan kata ‘Azlaam’ sebagai tempat mengocok beberapa undian . Ibnu Ubaidah menyebut asal kata Azlaam dari ‘Zalam atau Zulam’, berarti membagi sesuatu dengan cara mengacak dan memutar-mutar tempat diletakkannya undian, tujuannya agar ia memberi petunjuk dan titik terang terhadap sebuah persoalan. Cara ini di pakai untuk memutuskan persoalan sehari-hari semacam keputusan bepergian,perdagangan, peperangan dll. (Fathul Bari juz 8 hal127)
Ibnu Jarir Atthobari juga mengungkapkan pendapatnya tentang asal mula tindakan spekulatif tersebut. Secara historis orang-orang Jahiliyyah ketika hendak memutuskan sesuatu mereka meletakkan kertas di ujung busur panah. Salah satu kertas bertuliskan” lakukan!”, kertas kedua bertulis” Jangan dilakukan” dan yang ketiga “lupa”
Ketika Islam hadir ditengah-tengah komunitas jahiliy ini, ia datang menunjukkan kesesatan tradisi ini dan menyamakan hukum prilakunya dengan keharaman meminum khomr (miras), berjudi dan menyembah berhala.
Alloh berfirman dalam surat AlMaidah Ayat 90,artinya: “Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya Khomr, berjudi dan menyembah berhala dan lotrean termasuk perilaku syaitan, maka jauhilah niscaya kamu akan selamat..”
Islam pada dasarnya selalu mengajarkan kebaikan, karenanya jika suatu tindakan tertentu dihukumi haram maka pasti ada bahaya yang terkandung didalamnya. Islam menganjurkan menjauhinya karena Islam menghendaki kebaikan, kesejahteraan hidup dalam diri manusia.
Rosululloh s.a.w benar-benar serius mengajarkan isrikhoroh pada para sahabatnya sebagaimana beliau mengajarkan surat demi surat dalam Alquran, karena penting dan mendesaknya pengetahuan tentang istikhoroh. Sahabat Jabir ibn abdillah R.a berkata:” Rosululloh mengajari kami beristikhoroh dalam setiap hal seperti beliau mengajari kami surat demi surat dalam Alquran”. Sungguh amat disayangkan para Muslim di abad 15H di masa pesatnya perkembangan ilmu dan peradaban, cahaya istikhoroh diabaikan dan lebih mempercayai pendapat peramal dan dukun.
MENGENAL ISTIKHOROH LEBIH DEKAT
Kata istikhoroh ditinjau dari aspek bahasa adalah mencari kebaikan atas suatu hal secara mutlak. Istikhoroh berarti tindakan mencari kebaikan. Kata’khoir’(baik) berakar dari kata ‘khoro’ yang berarti memilih, “Alloh memilihkan yang terbaik bagimu”, “mintalah pada Alloh atas suatu hal maka Alloh akan memberimu pilihan yanga baik”. Atau dari kata ‘istakhoro’ yang berarti membersihkan, menyayangi dan mengajak padaNYA (Di sadur dari Lisanul ‘Arab karya Ibnu Mandzur jilid 21 hal 1-12)
Secara Syara’ istikhoroh berarti mencari kebaikan dari Alloh s.w.t terhadap apa saja yang diperbolehkan oleh Alloh pada hambaNYA, dengan cara-cara yang diajarkan Rosululloh s.a.w. ialah dengan membaca do’a setelah melaksanakan sholat sunnah 2 rakaat. Adapun secara mendetail berkaitan dengan tata caranya akan dibahas selanjutnya, Insya Alloh.

NILAI-NILAI POSITIF BERISTIKHOROH
Beberapa nilai positif yang dapat dikaji dari ibadah ini diantaranya;
Beristikhoroh berarti adanya keyakinan dalam diri seorang hamba kepada Alloh s.w.t. Istikhoroh menghubungkan hati hamba pada Tuhannya, menggantungkan segala urusan pada penciptanya sehingga ia menjadi ridlo atas apa yang telah dikehendaki dan diputuskanNYA.Menyandarkan segala kegundahan hati pada kebesaran dan keagungan Alloh. Demikian ini tergambar dalam firman Alloh surat AlQoshosh ayat 68: “ Tuhanmulah yang menciptakan segala hal dan memberikan sebaik-baik pilihan bagi mereka”
Orang yang beristikhoroh juga selalu mengharap mendapat petunjuk ke jalan yang benar dan meyakininya sebagai sebaik-baik tindakan. Sebuah Hadist riwayat Imaam ahmad dari Sa’ad ibnu abi Waqosh, Nabi s.a.w bersabda:” Merupakan kebahagiaan bagi anak cucu Adam jika Alloh yang memilihkan sesuatu yang baik baginya, juga kebahagiaan yang tak terhingga jika mereka rela atas apa yang telah Alloh gariskan. Dan merupakan suatu musibah bagi mereka yang meninggalkan Alloh dan membenci apa yang telah dikehendakiNYA. (Fathul Bari juz11 hal187)












































LEBIH DEKAT DENGAN
HAIDL, ISTIHADLOH DAN NIFAS

Sebagai makhluq Alloh yang secara kodrat terlahir sebagi perempuan, memahami kondisi diri(kewanitaan) terutama terkait dengan alat reproduksinya menjadi sebuah keniscayaan. Bersih secara lahir akan lebih sempurna jika diimbangi dengan pemahaman tentang aturan-aturan agama(syara’) karena erat kaitannya dengan ibadah mahdloh kita yaitu ibadah Sholat dan puasa. Maka sebelum secara terperinci kita mendiskusikan tiga tema tersebut (Haid, Istihadloh dan Nifas) ,ada beberapa landasan Agama yang hendak penulis kemukakan dan lampirkan dengan tujuan agar dapat diketahui dalil-dalil syar’inya baik yang penulis sadur dari Dalil Alquran, Hadist maupun maraji’ atau referensi kitab2 salaf (baca; kuning) agar pembahasan ini menjadi terarah dan sesuai hukum Islam yang berlaku.
A. Dasar-dasar Haid;
Firman Alloh s.w.t dalam surat AlBaqoroh ayat 222;


Hadist Nabi s.a.w riwayat Imam Bukhori Muslim
“ Haidl adalah sesuatu yang sudah ditakdir Alloh pada keturunan perempuan Bani Adam”

B. Istilah atau kata lain dari haid ada 15 macam yaitu: 1.Haid 2. Mahidl 3. Mahadl 4. Thomts 5. Ikbar 6. Thoms 7. ‘Irak 8. Firak 9. Adza 10. Dhohk 11. Dars 12. Diras 13. Nifas 14 .Qur’ 15. I’shor
C. Pengertian Haidl;
Secara bahasa Haidl berarti mengalir. Secara Syara’ adalah darah yang keluar dari farji perempuan yang telah berumur 9 tahun atau lebih, tidak karena sakit dan tidak karena baru melahirkan (Fathul Qorib, h. 10). Dalam redaksi lain; darah yang keluar
dari pangkal rahim perempuan ( Attahriir. H. 17)
Perihal usia perempuan yang telah Haidl, yang harus diperhatikan adalah penanggalan yang digunakan sebagai hitungan awal haid adalah penanggalah Hijriyyah/qomariyyah bukan penanggalan Masehi. Pengertian penanggalan Hijriyyah adalah dilihat dari tanggal kelahiran anak dalam hijriyyah (seperti; sya’ban, romadlon, syawwal dst) . Dan bila seseorang melihat keluarnya darah terhitung berusia 9 tahun kurang sedikit (15 hari 15 malam)maka dianggap haid, jika tidak maka dianggap darah fasad/ istihadloh. (Fathul Qorib bihamisyi Albajuri, Juz I. h.112.)
D. lama haidl dan lama sucinya
paling sedikit masa haid adalah sehari semalam(24 jam) secara terus menerus(atau tidak) dan paling lama haidl adalah 15 hari 15 malam, dan bila lebih dari masa paling lama haid maka disebut darah istihadloh. Pada umumnya haid berlangsung selama 6-7 hari menurut penelitian Imam Assyafi’I pada wanita-wanita Arab.
Paling sedikit masa suci yang memisah diantara dua haidl adalah 15 hari 15 malam. Paling lama masa suci tidak terbatas. Dan pada umumnya, lama suci itu melihat kebiasaan haidnya (Fathul Qorib, h. 11)
Yang dimaksud dengan terus menerus yaitu sekira kapas dimasukkan kedalam farji ,masih ada basahnya darah,maka dihitung mengeluarkan darah (AlMinhajul Qowiim. Juz I,hal 538)
E.Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang Haid (juga bagi yang nifas) ada delapan ;
a. Sholat (baik fardlu maupun sunnah
b.Puasa baik fardlu atau sunnah
c.Membaca Alquran
d. menyentuh dan membawanya
e. Masuk masjid (jika di hawatirkan menetesnya darah)
(ada yang menyatakan ‘melewati masjid’, kitab Safinatunnaja wa syarkhihi, hal 30)






AHLUSSUNNAH WALJAMAAH DAN KE NU AN
Hj. Bashirotul Hidayah jamal

Istilah ASWAJA dan NU seperti dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Meskipun sebenarnya dua istilah itu adalah dua hal berbeda yang memiliki ranah kajian yang berbeda pula, tetapi karena berbicara tentang NU memang tidak bisa dilepaskan dari pembahasan ASWAJA maka membahas keduanya menjadi keniscayaan. Aswaja merupakan kajian pemikiran dan keagamaan, dan NU merupakan sebuah lembaga atau organisasi yang aliran keagamaannya mengikuti AHLUSSUNNAH WALJAMAAH.

AHLUSSUNNAH WALJAMAAH
Dalam beberapa referensi disebutkan bahwa ASWAJA muncul sejak zaman Rosululloh s.a.w untuk mengidentifikasi mereka yang senantiasa mengikuti sunnah beliau. Secara hakiki memang demikian, karena seluruh tindakan dan ucapan Nabi adalah sunnah yang harusnya diiukuti dan diteladani sesuai syariat agama yang berlaku. Dan secara harfiyah pun sesuai dengan istilahnya, yaitu Ahlu berarti golongan, Assunnah ialah semua tindakan dan ucapan Nabi s.a.w, sedang AlJamaah adalah kelompok besar(mayoritas). Karena relevansi lafal dan maknanya inilah maka mudahlah bagi kita untuk mengenalinya sebagai Golongan Ummat Islam mayoritas yang senantiasa berpegang teguh pada Sunnah Nabi dan para pengikutnya.Namun sesungguhnya ‘istilah ini’ sebagai sebuah gerakan baru muncul di penghujung akhir daulah Sayyidina Ali R.A dan di awal generasi Tabi’in. Istilah ini muncul sebagai upaya pembaharuan dan pemurnian atau ‘pengamanan’ ajaran tidaklah serta merta ada begitu saja tetapi melalui perjalanan yang amatlah panjang.
Zaman Rosululloh perbedaan pandangan terutama di bidang akidah tidak pernah terjadi, sebab setiap oersoalan ummat selalu meminta fatwa beliau. Demikian halnya di zaman setelah wafatnya beliau di bawah kholifah Abu Bakar. Meskipun ada perbedaan pandangan tentang siapa pengganti rosululloh dan kemudian pengganti Abu Bakar dan Umar pasca wafatnya namun perbedaan itu tidak muncul sebagai konflik.
Perbedaan mulai muncul di periodesasi Sayyidina Utsman dan terus meluas hingga masa Sayyidina Ali. Di bawah Kholifah inilah konflik bermunculan dan banyak golongan saling bertikai. Golongan khowarij sebagai kelompok yang memerangi dan memusuhi pengikut Ali R.A dan golongan Syi’ah yang terus setia pada Ali. Golongan-golngan tersebut terus berkembang dan banyak memunculkan aliran-aliran lain sampai pada masa Tabi’in.
Pada masa inilah lalu berkembang aliran politik dan keagamaan di mana kemunculannya terkait dengan meruncingnya persoalan politis seputar khilafah dan terkait dengan perbedaan pendapat seputar akidah. Ada kelompok mu’tazilah, jabariyah, qodariyah dan banyak lain yang kemudian di tengah
dinamika aliran itu muncul kelompok ‘Ahlus Sunnah waljamaah’ yang mengukuhkan diri sebagai mereka yang senantiasa setia dan memegang teguh sunnah Nabi Muhammad s.a.w dan perilaku shohabat di dalam masalah akidah agama, syari’at dan tasawwuf (perilaku sosial serta etika hati).
Dari golongan ASWAJA ini kemudian dikenal istilah “MUTAKALLIMIN” untuk menyebut mereka yang ahli dan menangani bidang akidah ketuhanan baik yang bersifat aqli maupun naqli (nash Alquran dan Hadist). Dan istilah ‘FUQOHA /AHLUL FIQH” untuk menyebut para ahli bidang ubudiyah, mu’amalah, munakahat dan hukum2, serta istilah”MUHADDITSIN dan MUTASHOWWIFIIN untuk para ahli Hadist dan Tasawwuf.
Dalam konteks ASWAJA inilah Nahdlatul Ulama mendasarkan pemahaman keagamannya,berdasarkan Hadist Riwayat Imam Thabari dari ‘Auf bin Malik;
قال النبي ص.م:افترقت اليهود على احدى و سبعين فرقة وافترقت النصارى على اثنين و سبعين فرقة وستفترق امتي على ثلاث وسبعين فرقة. الناجية منه واحدة والباقون هلكى.قيل ومن الناجية؟ قال اهل السنة والجماعة. قيل وما السنة والجماعة؟ قال ما انا عليه اليوم واصحابي. رواه الطبري عن عوف بن مالك
Dari ‘Auf Bin Malik R.A,dari Nabi s.a.w, beliau bersabda:… “kaum Yahudi terpecah menjadi 71 golongan,Nashrani 73 dan umatku akan bercerai berai dalam 73 golongan dan hanya satu yang selamat., “siapakah mereka wahai Rosul?, beliau menjawab “Ahlussunnah wal Jama’ah” Siapa Ahlussunnah WalJamaah itu? Ialah orang orang yang senantiasa mengikuti jejakku dan para sahabatku”


PARA IMAM PANUTAN DALAM DOKTRIN ASWAJA
Ide bermadzhab atau mengikuti Imam dan panutan dimunculkan oleh para Imam akidah khususnya Imam AlAsy’ari untuk golongan yang lebih mendasarkan akidah dan syariatnya pada tuntunan Rosululloh s.a.w daripada menuruti akal belaka dan hawa nafsunya. Mengikuti Imam atau bermadzhab sesungguhnya sesuai dengan sabda Rosululloh “اتبعوا السواد الاعظم (ikutilah kelompok yang terbesar) dan perkataan Ibn Mas’ud”
من كان متبعا فليتبع من مضى”(barang siapa menjadi pengikut/tidak mampu berijtihad, maka ikutilah orang-orang terdahulu,baca; Rosululloh,Sahabat dan Tabi’in).
HadrotusSyaikh K.H Hasyim Asy’ari mengemukakan didalam Risalahnya..”Umat Islam sepakat untuk selalu berpedoman pada generasi terdahulu,dan akal sehatpun mendukung cara-cara sepeti itu yaitu Ulama’ salaf berpedoman pada Tabi’in dan generasi penerusnya, Tabi’in pada Para Sahabat dan para Sahabat pada Rosululloh s.a.w….sebab Syari’at tidak bisa di ketahui kecuali dengan dalil naqli dan ‘aqli(istinbath/penggalian dalil).Dan itu tidak bisa terlaksana dan terwujud tanpa mengambil dari generasi-generasi sebelumnya secara berkesinambungan..”.
Karena Bermazhab atau mengikuti panutan menjadi hal yang tidak lagi bisa tawar, maka bagi pengikut ASWAJA haruslah mengenal para IMAMnya. Dalam bidang Aqidah mayoritas umat Islam mengikuti dua Imam, Imam ABU HASAN AL ASY’ARI dan IMAM ABU ALMANSHUR ALMATURIDI. Mengikuti IMAM EMPAT; ABU HANIFAH ANNU’MAN, IMAM MALIK BIN ANAS, IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS ASSYAFI’I DAN IMAM AHMAD BIN HAMBAL dalam bidang FIQH. Serta bermadzhab pada IMAM JUNAID ALBAGHDADI dan IMAM ALGHOZALI di dalam bidang TASAWWUF.
NAHDLATUL ULAMA, TRADISI DAN PERANANNYA
Sebagaimana telah kita ketahui NU secara dejure (resmi) lahir pada 31 Januari 1926/ 26 Rojab 1344 H di Surabaya,dengan Pendiri resminya Hadrotus Syaikh K.H Hasyim Asy’ari dan motor penggeraknya K.H Wahab Hasbulloh. Berdirinya NU bukan tanpa sejarah politik keagamaan Indonesia dan dunia Islam khususnya, tetapi sangat terpengaruh oleh situasi itu bahkan lahirnya pun sebagai sikap atas persoalan di dunia Islam yang berkembang saat itu.
Sama halnya seperti munculnya golongan Ahlissunnah, Nahdlatul Ulama juga muncul sebagai imbas dari konflik yang berkembang di zamannya. Tahun 1924, seorang Raja tanah Hijaz /Makkah ‘Syarif Husein’ yang berfaham sunni dikalahkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi. Karena kekuasaan beralih di tangan Wahabi, maka hampir seluruh ajaran kaum sunni hendak dihilangkan, termasuk tradisi tahlil, ziaroh makam, dzibaiyyah, barzanji, tawassul. Bahkan tedengar kabar makam rosululloh akan digusur.yang lebih ekstrim lagi, Raja Ibn Saud hendak membangkitkan lagi Kekhilafahan Islam di Turki pasca runtuhnya Daulah Usmaniyyah dan menggelar Mu’tamar Khilafah di Makkah (Antologi NU, h.2).
Hal ini tentu mengundang keprihatinan para Ulama’pesantren, karena sikap membumihanguskan cara-cara bermazdhab yang dianut kalangan SUNNI sekaligus anti ziaroh makam, Maulidun Nabi sangat tidak sesuai dengan prinsip ASWAJA. Untuk itulah Para Ulama’ ini menyadari pentingnya mambangun komunitas yang tersistem di dalam sebuah organisasi sebagai kekuatan mengusung massa dan ideologinya. Tindakan melawan kesewenangan paham wahabi, bagi K.H Hasyim Asy’ari bukan berarti sikap anti terhadap gerakan pembaharuan, tetapi yang lebih prinsipil adalah paham tsb melarang keras prilaku bermadzhab yang sejak semula telah menjadi pedoman golongan Sunni.
Dan mempertahankan Islam lewat Organiasi NU berfaham Ahlissunnah Waljamaah memang haruslah diperjuangkan. Maka karena urgent(pentingnya membangun sebuah organisasi tidak lagi terelakkan,beliau bersama K.H Wahab hasbulloh pun memplokamirkan berdirinya NU.
Organisasi ini didirikan dengan tujuan melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaaah dengan menganut salahsatu dari empat Madzhab (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali). Dan dengan terus berkembangnya zaman dimana organisasi ini juga dituntut untuk mengembangkan diri maka pada Muktamar di Boyolali(2004) dikembangkanlah tujuan NU menjadi ajaran Islam yang menganut paham Ahlisunnah Wal Jamaah dan menurut salah satu dari empat Madszhab untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kemaslahatan dan kesejahteraan ummat. (Antologi NU, 6-7)
Di dalam mengejawantahkan Faham keagamaan NU (baca, Aswaja), NU merumuskannya pada pendekatan kemasyarakatan lewat tiga hal penting;
1.Tawassuth dan I’tidal: sikap moderat yang berpijak pada prinsip keadilan serta berusaha menghindari segala bentuk pendekatan dengan ekstrim
2.Tasamuh: yaitu sikap toleran yang berintikan penghargaan terhadap perbedaan pandangan dan kemajmukan identitas budaya masyarakat
3.Tawazun: sikap seimbang dalam berkhidmat demi terciptanya keserasian hubungan antara sesama umat manusia dan sasama dengan Alloh s.w.t Karena sikap NU yang fleksibel dan tidak ekstrim didalam berdakwah inilah, NU bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat dan justru seringkali menjadi mediator bagi keutuhan berbangsa dan bernegara, terutama menjadi perekat dalam persoalan-persoalan yang memicu disintegrasi. Adapun makna dari ber”AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR” dalam konteks Ke Nu an dan keaswaja an adalah upaya terus mengabadikan ajaran Rosululloh, sahabat dan salafussholih dengan cara yang beretika, beradab,tidak ekstrim dan anti kekerasan sesuai firman Alloh surat AnNahl ayat 125;
"ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي احسن..." الاية
“ Ajaklah ke jalan Tuhanmu (ALLOH) dengan penuh hikmah dan nasihat yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik”
Dengan demikian tidak ada lagi alasan menyangsikan prinsip berittiba’ ala NU di tengah besarnya arus aliran-aliran baru yang pesat berkembang saat ini. Bukankah para pendiri NU juga pernah mengalami hal serupa namun tetap tegak memegang prinsip yang diyakini dan terus memperjuangkannya???!


Referensi:

1. AlKawakibulLumma’ah Fi Tahqiqi almusamma Bi AhlisSunnah wal Jamah,Ust.Abu alFadlol ibn AssYaikh ‘Abdus Syakuur Assenori,Penerb.Thoha Putra Semarang
2. Antologi NU,H.Soelaiman Fadli & M.Subhan, S.Sos, Penerb. Kalista SBY dan LTN NU JATIM, Juni 2007
3. Aswaja AnNahdliyyah,Ajaran Ahlussunnah waljamaah yang berlaku di lingkungan NU, LTN NU JATIM, pen Khalista Surabaya,Maret 2007
4. IRSYADUS SARI FI JAM’I MUSHONNIFATI ASSYAIKH HASYIM ASY’ARIE, K.H Ishom Hadziq, Penerb. PP Tebuireng Jombang
5. Gerakan-Gerakan dalam Islam (kumpulan Makalah), Peny.K.H Wazir ‘Ali, Penerb. Syuriah PCNU,Lakpesdam NU,Asrama Ampel PP Denanyar, Agustus 2007
6. Jalan Munuju Alloh, K.H M. Djamaluddin Ahmad, Pustaka AlMuhibbin,2006
7. Wejangan hadrotusSyaikh Mbah Hasyim Asy’ari, penerb PP TEBUIRENG JOMBANG, APRIL 2007















PENGANTAR HIKMAH IBADAH
Disampaikan oleh ibu Hj.Bashirotul Hidayah dalam forum Agama SPN di Ponpes AlAmanah BU TambakBeras Jombang 25-31 Mei 2008

Alloh s.w.t bersabda dalam firmanny QS Ad Dzariyyat(51);56-58;


“Tidak Aku ciptakan Jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaku. Aku tidak menghendaki rizqi sedikitpun dari nereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Alloh Dialah Maha Pemberi Rizqi yang Mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh”
Itulah esensi beribadah. Sesungguhnya Manusialah yang membutuhkan Alloh bukan sebaliknya.Didalam setiap detik kehidupannya seluruh makhluk Alloh dialam selalu membutuhkan Alloh. Maka jika kita lalai pada perintah-perintahnya sesungguhya kita sendirilah yang merugi.
Di dalam Islam kita mengenal ada 5(lima)Rukun Islam, yaitu Dua syahadat,sholat, puasa, zakat dan haji. Pertama;Syahadat merupakan penyaksian kita akan kemurnian ajaran dan akidah. Dengan syahadat (dalam hati dan di ucapkan) ada bukti nyata tentang ketundukan kita dihadapan Alloh dan Rosul/NabiNya.Iman tanpa mengucapkan dua kalimat Syahadat seperti meyakini tanpa mengakui.
Banyak sekali hikmah didalam melantunkan Dua Kalimat syahadat diantaranya Hadist Riwayat (H.R)Bukhori Muslim; “Alloh mengharamkan neraka bagi orang yang yakin dan mengucapkan lafadz “LaIlaha IllaLLoh”untuk senantiasa hanya mengharap Ridlo Alloh.Dan H.R AtThabari dari Abi Darda’ Seorang hamba yang ikhlas mengucapkan “La Ilaha IllAlloh” kelak dihari Qiyamat wajahnya akan bersinar laksana purnama dan akan menempati kedudukan tertinggi di hadapan Alloh. Juga H.R Turmudzi dan Nasa’I dari Jabir R.A sebaik-baik dzikir adalah LaIlaha Illalloh dan sebaik-baik doa adalah Alhamdulillah”
Yang kedua ialah Sholat. Sesungguhnya Sholat akan mencegah seseorang berbuat keburukan dan kerusakan. Demikan Alloh s.w.t berfirman. Dengan sholat yang benar dan hanya mengharap Ridlo Alloh, bukan pujian dan lainnya ia(sholat) akan mampu menghantarkan seseorang menjadi sebaik-baik manusia. Demikian pula sebaliknya tanpa sholat manusia akan menjadi makhluk yang palin rendah dihadapan Alloh juga makhluq alloh lainnya.
Sholat adalah media kita berdialog, berkonsentrasi mencurahkan segala asa, harapan dan seluruh gejolah jiwa di hadapan Alloh. Manusia yang rajin ‘bercengkrama’denganNYA ia lah yang akan menggenggam hakikat dari kebahagiaan hidup. Karena hidup penuh masalah, intrik dan problematika maka ketentraman hanya akan di dapati lewat berdialog dengan Pemilik Hidup itu sendiri.
Hikmah Puasa dan Zakat tidak perlu lagi diragukan. Ada banyak buku yang mengupas tuntas kedua tema itu dari berbagai perspektif/cara pandang. Dari Aspek kesehatan misalnya, puasa menyehatkan tubuh terutama organ-organ dalam karena ia diberi waktu untuk beristirahart menetralisir ketidakseimbangan dalam tubuh dikarenakan tidak pernah berhenti bekerja. Zakat memberi hikmah mengangkat harkat martabat manusia sebagai makhluq social yang memiliki kepedulian terhadap sesama disamping menyucikan harta dari kemungkinan-kemungkinan buruk selama memperolehnya..
Rosululloh s.a.w bersabda “Barangsiapa mendirikan sholat namun tidak menunaikan zakat maka ia tidak tergolong Muslim, baginya tidak ada artinya seluruh amal ibadahnya”
Sementara Puasa memiliki hikmah mensyukuri nikmat-nikmat Alloh berupa rizqi makanan. Dengan puasa hati tunduk mengabdi pada Alloh. Dan dengan puasa kepekaan social seseorang juga terasah, karena ia akan juga merasakan kondisi lapar yang dialami saudara-saudaranya yang papa. Nabi bersabda;” Barangsiapa berpuasa karena iman kepada Alloh dan hanya mengharap ridloNya maka akan Alloh sucikan dosa-dosanya seperti bayi tanpa dosa yang keluar dari rahim ibunya”
Demikianlah saudara-saudaraku seiman, mari kita terus tingkatkan amal ibadah kita, saling mengingatkan dalam kebaikan dan dalam kesabaran juga ketabahan.Dalam aktifitas apapun mudah-mudahan Alloh selalu melindungi niat dan amal ibadah kita dari kesombongan dan kekufuran . Amin.

BIOGRAFI IMAM SYAFI’I ‘FUQOHA’ ISLAM (Pentingnya Bermadzhab dan Konsinsten dalam Mengikuti Golongan Mayoritas)

Umat Islam di Indonesia mungkin telah sering mendengar nama Imam Syafi’i, seorah tokoh Islam yang ‘allamah (sangat alim) di bidang ilmu Fiqh . Ketokohannya tidak hanya meluas di kalangan Nahdliyyin di Nusantara saja namun hampir di seluruh dunia khususnya dunia Islam. Karena hujjah-hujjah beliau tentang masalah fiqh digunakan oleh mayoritas penduduk Islam di Indonesia maka hadrotussyaikh K.H Hasyim Asyari sebagai Pendiri Nahdlatul Ulama dalam risalahnya banyak mencatat bahkan menghimbau umat Islam umumnya dan Nahdliyyin khususnya untuk konsisten mengikuti madzhab beliau agar memiliki prinsip yang kuat dan tidak mudah di ombang-ambingkan oleh pendapat maupun aliran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Pentingnya Konsisten Bermadzhab dan Hujjah (dalil) Mengikutinya

Himbauan dan ajakan Hadrotus Syaikh untuk konsisten dalam bermadzhab (terutama bagi setiap orang yang tidak mempunyai kemampuan ijtihad Wajib bermadzhab/ mengikuti para mujtahid) tentu saja bukan tanpa alasan. Beliau mendasarkan ucapan dan sikapnya pada AlQuran Surat AnNahl:43

فَسْئَلُوآ أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ ﴿٤٣﴾

“..Maka bertanyalah pada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui..”

Alloh mewajibkan bertanya bagi orang-orang yang tidak berpengetahuan, dan itu artinya harus taqlid kepada orang-orang yang berpengetahuan, mencakup seluruh manusia,agar mereka bertanya tentang masalah apapun yang tidak mereka ketahui (Sang Kiai;187)

Rasululloh bersabda, “Sesungguhnya Alloh tidak mungkin menyesatkan umatku secara keseluruhan, kekuasaan Alloh ada pada Jama’ah (kelompok), barangsiapa yang selalu menyendiri maka sampai di nerakapun ia akan tetap sendiri“ (HR Tirmidzi)

Imam Ibnu Majah menambahkan, “Jika terjadi perbedaan, maka berpegang teguhlah pada ulama yang agung,bersama kebenaran dan ahlinya” . Dalam Kitab Al Jami’ Al Shaghir dijelaskan bahwa sesungguhnya Alloh telah menyelamatkan umat Islam dari bersepakat dalam kesesatan. (Sang Kiai;183)

Selanjutnya dalam kitab Sullam al- Ushul Syarh nihayati al Su’ul juz IV di sitir sabda Nabi;

قال صلى الله عليه وسلم: "اتَّبِعُوا السَّوَادَ الأَعْظَمَ". وَلَمَّا انْدَرَسَتْ الْمَذَاهِبُ الْحَقَّةُ بِانْقِرَاضِ أَئِمَّتِهَا إِلاَّ الْمَذَاهِبَ الأَرْبَعَةَ الَّتِى انْتَشَرَتْ أَتْبَاعُهَا كَانَ اتِّباَعُهَا اتِّباَعًا لِلسَّوَادِ الأَعْظَمِ

“… Ikutilah mayoritas umat Islam. Ketika madzhab-madzhab yang benar telah tiada karena wafatnya para imamnya, kecuali empat madzhab yang mengikutinya tersebar luas maka mengikuti empat madzhab tersebut berarti mengikuti mayoritas dan keluar dari madzhab tersebut berarti keluar dari mayoritas..”

Dan umat Islam di tanah Jawa pada masa lalu telah sepakat dalam pendapat dan aliran (madzhab), satu dalam rujukan dan kecenderungan. Semuanya dalam bidang fiqh mengikuti madzhab yang indah, yaitu madzhab Imam ibn Idris as Syafi’I, mengikuti madzhab imam Abu Al Hasan Al Asy’ari dalam masalah ushuluddin, dan mengikuti madzhab Imam Al Ghazali dan Imam Abu Al Hasan As Syadzili dalam masalah tasawuf (173)

BIOGRAFI SINGKAT IMAM AL SYAFII

“….Dan Sesungguhnya Imam Bukhari yang ahli Hadist madzhab fikihnya mengikuti Imam Syafi’i…. Begitu juga Imam Ibnu Huzaimah dan Nasa’I juga bermadzhab Syafi’i..” (Risalah AhlusSunnah wal jama’ah;32).

Lebih jelas lagi Syaikh Mushthofa Muhammad Imarah mengatakan:

وَتَفَقَّهَ الْبُخَارِيُّ عَلَى مَذْهَبِ الإِمَامِ الشَّافِعِيِّ رضي الله عنه (جواهر البخارى: ١٠)

“ Dan Imam Bukhari itu belajar fiqh itu mengikuti madzhab Imam Syafi’I radliyallahu ‘anhu (Jawahirul Bukhari , hal 10)

Bagaimana dengan kita yang awam, sudahkah benar-benar bermadzhab dan mengenal beliau lebih dalam dan dekat?. Di bawah ini ringkasan dari beberapa maraji’ atau referensi tentang Imam As Syafi’i.

  • Nasab dan Riwayat Hidupnya

Nama beliau adalah Muhammad bin Idris al Syafi’I, beliau lahir pada tahun 150 H(767 M) pada bulan Rajab bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah di Baghdad. Lahir di kota Ghazzah wilayah Asqollan yang terletak dekat lautan putih (laut mati) sebelah tengah Palestina (Syam). Beliau wafat di Mesir tahun 204 H.

Imam Syafi’I lahir dari keluarga yang bernasab sangat mulia baik dari ayah atau ibunya. Adapun silsilah dari ayahnya ialah:

Al Imam Abi Muhammad bin Idris bin Abas bin Ustman bin Syafi’I bin Sa’ib bin Abdullah bin Abdul Yazid bin Hasyim bin Al Muthalib bin Abdul Manaf bin Qushoyyi Al Qurosyiyyi Al Mutholiby Al Syafi’I Al Hijazi Al Makkiyyi

Silsilah dari arah ibunya ialah:

Muhammad bin fathimah binti Abdillah bin Al HAsan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Nasabnya muttashil (bersambung) dengan nasab nabi Muhammad s.a.w pada kakeknya yang bernama Abdul Manaf.

Nasabnya Imam Syafi’I dengan golongan para sahabt nabi baik dari atau ibu hanya tiga tingkat. Dari ayahnya Imam syafi’I masih keturunan bani Mutholib, dari arah ibunya masih keturunan bani hasyim. Bila khusus dari ibunya, Imam Syafi’I keturunan dari bani Azzah…

Menurut sebuah riwayat: tatkala ibunda Imam Syafi’i mengandung, dia bermimpi, pada suatu malam seakan-akan melihat bintang musyrata keluar dari perutnya lalu melambung ke udara sangat tinggi sekali, kemudian beberapa bagian dari bintang itu jatuh kembali menimpa suatu negri lalu menyinarinya

Sungguhpun beliau hidup dalam keadaan yatim dan miskin, namun berkat dorongan ibunya dan modal kecerdasan yang sangat mengagumkan maka mulailah ia belajar Al Quran kepada guru besar Imam Isma’il bin Qosthonthin di Makkah dalam usia 7 tahun. Dan pada usia 9 tahun beliau sudah dapat menghafalkan 30 juz di luar kepala dengan lancar. Karena keterbatas ekonominya, dalam sebuah maqolah beliau berujar;

“Tiada kebahagiaan sama sekali dalam menuntut ilmu kecuali mereka yang ketika belajar dalam kondisi serba kekurangan” (biografi. 3)

  • Beberapa kitab karangan Imam Syafi’i

Al Qodli al Imam Abu Muhammad al Husaini ibnu Muhammad al Mawarzi berkata: Imam Syafi’I memiliki karangan kitab yang jumlahnya mencapai 113 kitab dari bebragai fan ilmu baik tafsir, fiqih, adab, hadist, syair dan lain-lain. Kitab-kitabnya antara lain;

  1. Al Risalah tentang Ushul Fiqih, di karang atas permintaan Abd.Rahman bin Mahdi, Sseorang Ulama besar ahli Hadist di masanya
  2. Al Umm kitab Fiqih terbesar satu-satunya pada masa itu
  3. Al-musnad kitab yang istimewa tentang sandaran (musnad) Imam Syafi’I dalam meriwayatkan hadits-hadits nabi
  4. Al-Fiqih yang diriwayatkan dan disusun oleh Imam Haromain bin Yahya dari Imam Syafi’I dengan jalan imla’ (dikte)
  5. Al-Mukhtashor al-Kabir dan Al-Mukhtashor al-Shoghir, Jami’ Al-Kabir dan Jami’ Al-Shoghir. Semuanya disusun dan dihimpun oleh Imam al-Muzani dari Imam Syafi’i

Dan lain-lain.

  • Kelebihan-kelebihan Imam Syafi’i

Antara lain:

1. Nasabnya yang suci dan tinggi, nasab beliau dengan nabi berkumpul dalam satu silsilah hal itu merupakan puncak kemulyaan yang tinggi dan keturunan yang sangat agung

2. Imam Syafi’I lahir di tanah yang suci yaitu di Ghozzah dua marhalah dari kota Baitil Muqoddas di Palestina dan hidup di tanah suci Makkah

3. Beliau pengarang beberapa kitab dan menyusunnya untuk menetapkan beberapa hukum setelah melalui penelitian dengan seksama kemudian membandingkan dengan madzhab ulama’ mutaqoddimin

4. Beliau berguru kepada para imam terkemuka dan sering mengadakan study dengan para cendekiawan dan ilmuwan yang telah menjadi panutan umat. Beliau menguji kelayakan dan kekuatan madzhab yang dianut oleh mereka dan menetapkan dalil-dalil yang dibuat oleh madzhab terdahulu yang layak ditetapkan kemudian meringkasnya dengan cara yang dapat mengumpulkan al-Qur an, hadits, ijma’ dan qiyas

5. Beliau orang yang tiada bandingnya dalam hal pengetahuan al-Qur an dan sunnah-sunnah Rosul sampai beliau mampu mengembalikan hadits yang telah bercampur aduk ke matan atau ke rowi yang semestinya. Sehingga sulit baginya untuk dikecoh dalam urusan yang berkaitan dengan ilmu hadits

6. Beliau ahli sastra Arab dan ahli hujjah lughot Arab yang telah dipelajarinya selama 20 tahun. Serta balaghoh nahwu shorof dan fashohahnya. Sekalipun beliau sendiri orang Arab dari qobilah Quraisy yang juga berbahasa Arab.

  • Performa Sang Imam dan Perilaku- Perilaku keseharian

Imam Syafi’i seorang yang berpostur tubuh tinggi dan gagah perawakannya, putih kulitnya, fasih lidahnya, bagus suaranya dan mempunyai charisma (wibawa) yang menakutkan bagi siapa saja yang melihatnya, tetapi sangat disukai oleh orang yang pernah melihatnya. Menurut suatu riwayat: Imam Syafi’I adalah orang yang bagus dan merdu suaranya tatkala membaca al-Qur an, sehingga para ulama’ di Makkah bila ingin dibacakan al-Qur an dengan khusyu’ hingga keluar air matanya mereka memanggil Imam Syafi’I di suatu tempat untuk membacakan al-Qur an padahal saat itu beliau masih berumur 13 tahun. Mereka mendengarkan bacaan al-Qur an Imam Syafi’I dengan khusyu’ dan khudlu’ sampai meneteskan air mata, dan menjatuhkan diri di hadapan Imam Syafi’I. Jika telah demikian, beliau menghentikan bacaannya karena rasa kasihan dan kasih sayang beliau.

Perilaku keseharian Imam Syafi’i:

1. Imam Syafi’I membagi malam menjadi tiga bagian yaitu 1/3 pertama untuk belajar, 1/3 malamyang kedua untuk melakukan sholat dan 1/3 malam yang terakhir untuk tidur

2. Imam Arobi’ bin Sulaiman al-Marodi berkata: tidaklah aku tidur di rumah Imam Syafi’I beberapa malam dan tak kutemui beliau tidur di waktu malam kecuali sebentar sekali

3. Syekh Bahru bin Nashir berkata: tidaklah aku pernah melihat dan mendengar di masa Imam Syafi’I, orang yang paling wira’I, paling takwa kepada Allah, dan paling bagus suaranya membaca al-Qur an daripada Imam Syafi’i

4. Imam Humaidi berkata: Imam Syafi’I di setiap bulannya mengkhatamkan al-Qur an sebanyak 60 kali khataman

5. Imam Ahmad Ibnu Hanbal berkata: Allah telah mengumpulkan semua kebaikan pada diri Imam Syafi’i

6. Imam Syafi’I berkata: aku tidak pernah berdusta dan tidak pernah bersumpah dengan kata billahi baik itu benar atau dusta

7. Beliau juga berkata: aku tidak pernah meninggalkan mandi sunnah sholat jum’at di waktu dingin di perjalanan atau lainnya

8. Beliau berkata: aku tidak pernah kenyang selama 16 tahun kecuali hanya sekali yang membuatku kehilangan waktu. Menurut riwayat lain: 20 tahun

9. Pernah Imam Syafi’I ditanya: mengapa engkau selalu memegang tongkat padahal engaku bukan orang yang lemah? Dijawab: untuk mengingatkan daku sesungguhnya aku di dunia adalah musafir

10. Imam Syafi’I setiap hari mengkhatamkan al-Qur an dan khusunya di bulan Romadlon sebanyak 60 kali semua itu dilakukannya di saat beliau sholat

11. Imam Syafi’I ketika ditanya suatu masalah tidak langsung menjawab, kemudian dikatakan, mengapa tidak engkau jawab? Imam Syafi’I berkata: akan kujawab hingga aku mengetahui keutamaan (manfa’at) apakah aku harus diam apakah harus kujawab

12. Imam Syafi’I adalah orang yang mustajab do’anya

13. Imam Syafi’I menjauhkan diri dari perbuatan maksiat seperti yang dipesankan oleh Imam Waki’ tatkala Imam Syafi’I sulit untuk menghafal pelajaran

14. Kebaikan dunia dan akhirat terdapat pada 5 macam perkara:

1. Kekayaan jiwa

2. Menahan diri untuk tidak menyakiti orang lain

3. Pekerjaan yang halal

4. Berjiwa taqwa

5. Bertawakkal (berpasrah diri) kepada Allah dalam setiap perkara

15. Siasat orang lebih dahsyat/ berbahaya daripada siasat hewan

16. Orang yang bertawakkal ialah orang yang selalu menggunakan akalnya untuk sesuatu yang terpuji dan menghindarkan diri dari tiap sesuatu yang tercela

17. Rukun muru’ah ada 4:

1. Baik budi

2. Sakho’ (dermawan)

3. Tawadlu’

4. Ibadah

18. Muru’ah ialah menjaga anggota tubuh dari sesuatu yang tidak bermanfa’at

19. Kesempurnaanhidup seseorang di dunia hanya dengan 4 perkara:

1. Dengan agama

2. Amanah

3. Menjaga diri dari sesuatu yang haram

4. Keteguhan jiwanya

20. Orang cerdik yang berakal ialah orang yang pandai berpura-pura lupa.

21. Tawadlu’ adalah perilaku orang-orang yang mulya dan takabur adalah prilaku orang-orang yang tercela

22. Tawadlu’ akan melahirkan cinta kasih sedangkan qona’ah akan melahirkan sifat lapang dada

23. Derajat tertinggi bagi seseorang ialah mana kala orang itu tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling banyak keutamaannya ialah orang yang tidak pernah melihat keutamaan itu ada pada dirinya

24. Ketika kebutuhanmu terhadap sesuatu itu banyak maka mulailah dengan suatu kebutuhan yang terpenting

25. Tidaklah tertawa atas kesalahan seseorang kecuali kebenarannya tetap ada di dada

26. Barang simpanan yang paling bermanfa’at adalah taqwa dan yang paling berbahaya adalah permusuhan

27. Katanya kepada Imam Arrobi’: “Janganlah engkau berkata dengan sesuatu yang tidak bermanfa’at bagimu karena setiap kata atau kalimat yang kau ucapkan ia akan mampu menguasai dan memlikimu tetapi kamu tidak bisa memilikinya”

28. Katanya kepada Imam Yunus bin Abdil A’la: “Seandainya kau berusaha sekuat tenaga untuk bisa diridloi (dicintai) semua orang maka tiada jalan untuk ke sana (mustahil akan keberhasilannya) oleh sebab itu ikhlashlah kamu dalam setiap amal dan niat lillahi ta’ala

29. Tidaklah aku berdebat dengan seorangpun untuk mengalahkan mereka dan aku justru lebih suka ketika aku berdebat Allah menampakkan kebenaran di sisinya

30. Aku lebih suka bila manusia belajar ilmu dariku dengan tanpa menisbatkan satu huruf pun kepadaku

31. Barang siapa mencari teman yang bersih dari cacat/ cela maka berarti dia membuat dirinya sulit dan menyusahkan dirinya sendiri. Dana barang siapa yang selalu memaki-maki temannya dalam setiap kesalahan/ dosa yang dilakukan maka berarti dia telah memperbanyak musuh-musuhnya.

** Disampaikan dalam Forum Silaturrahmi Mu’minaat

Referensi:

Abdusshomad, Muhyiddin, Hujjah NU, Akidah, Amaliah, Tradisi, (Surabaya: Khalista, 2008)

Al Maraghi, Abdullah Mustofa, Pakar-Pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, (Yogyakarta: LKPSM, 2001)

Asy’ari, M. Hasyim, Sang Kiai, Fatwa KH.M. Hasyim Asy’ari Seputar Islam dan Masyarakat, (Yogyakarta: Qalam, 2005)

Fattah, Munawir Abdul, Tradisi Orang-Orang NU, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2007)

Syakur, Masyhudi, Biografi Ulama’ Pengarang Kitab Slaf, (Jombang: Darul Hikmah, 2008)

Zuhri, MA. Saifuddin, Konsep Aswaja Ala Mbah Hasyim Asy’ari, (Jombang: Maktabah Pustaka Warisan Islam, 2009)